Balikpapan (Antara Bali) - Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebutkan TNI saat ini justru
melihat potensi konflik lebih besar ada di Kepulauan Natuna, Riau
Kepulauan, ketimbang di Ambalat, Kalimantan Utara.
Panglima Jenderal Moeldoko hadir di Balikpapan hingga Jumat pagi untuk
transit sebelum bertolak ke Ambalat guna menyaksikan pelaksanaan Komando
Tugas Operasi Gabungan (Kosgasgab) Ambalat 2014, sebuah operasi yang
disebut Jenderal Moeldoko sebagai operasi wibawa.
"Kami cenderung memperhatikan Natuna karena perubahan-perubahan situasi
di Laut China Selatan memiliki potensi instabilitas," sebut Jenderal
Moeldoko.
Kepulauan Natuna ada di barat laut Pulau Kalimantan, masuk ke dalam
Provinsi Kepulauan Riau, walaupun lebih dekat kepada Kalimantan Barat,
berada di ujung Selat Karimata di utara, atau di selatan Laut China
Selatan. Natuna menjadi titik sempadan laut bagi Indonesia, Malaysia,
Kamboja, dan Vietnam. Wilayah ini memiliki kandungan minyak dan gas yang
sangat kaya.
Jalur ini juga rute pelayaran yang ramai, yang menghubungkan
pelabuhan-pelabuhan besar di utara seperti Hongkong, Taiwan, Korea,
hingga Jepang dengan Singapura di selatan.
Ambalat ada di timur laut Kalimantan Utara. Terutama di sekitar perairan
Karang Unarang, pernah menjadi tempat militer Malaysia dan Indonesia
saling unjuk kekuatan menyusul provokasi Malaysia pasca kemenangannya
atas klaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, dua pulau eksotis di
perbatasan kedua negara yang juga tak jauh dari kawasan itu.
Operasi Garda Wibawa
Komando Tugas Operasi Gabungan Ambalat 2014 adalah operasi gabungan
pengamanan perbatasan oleh TNI AL dan TNI AD serta TNI AU. Panglima TNI
mengunjungi pelaksanaan operasi itu selama sehari pada Jumat (16/5).
Saat ini perbatasan darat sedang dijaga oleh Batalyon Infanteri 100 Raider dari Sumatera Utara sejak Januari lalu.
Selama 4 bulan lebih bertugas, menurut Komandan Batalyon Letkol Inf
Safta Ferryansyah, prajuritnya tak kurang dari 7 kali mencegah dan
mengamankan upaya-upaya penyelundupan, mulai dari minuman keras ilegal
hingga narkoba, yang coba dibawa masuk ke Indonesia.
Ancaman-ancaman seperti inilah yang disebut Panglima Kodam VI Mulawarman
Mayjen TNI Dicky Wainal Usman, yang membawahi Kalimantan Utara,
Kalimantan Timr, dan Kalimantan Selatan, sebagai ancaman perang hibrida.
"Bukan perang konvensional militer lawan militer, tapi melemahkan kita
melalui ekonomi, termasuk perpecahan antara sesama kita, dan
kegiatan-kegiatan ilegal tersebut," tegasnya dalam beberapa kesempatan.
(WDY)
TNI Lebih Waspadai Natuna Ketimbang Ambalat
Jumat, 16 Mei 2014 7:40 WIB
Kami cenderung memperhatikan Natuna karena perubahan-perubahan situasi di Laut China Selatan memiliki potensi instabilitas"