Dinginnya malam di halaman Radio Republik Indonesia (RRI) Cabang Denpasar tak menyurutkan minat masyarakat menyaksikan pergelaran wayang kulit di atas panggung terbuka tersebut.
Panggung terbuka yang dibangun di halaman itu sama sekali tidak membedakan kasta. Masyarakat biasa dan tamu undangan berbaur lesehan hanya untuk menunggu penampilan wayang "Cenk Blonk", wayang kulit yang sangat digandrungi masyarakat Bali.
Selama masa penantian tampilnya wayang itu, dihibur para penyanyi pria dan wanita yang melantunkan lagu-lagu pop khas Bali. Namun, suara mendayu-dayu para penyanyi itu belum bisa menyatukan perhatian penonton karena di antara mereka sibuk dengan perangkat elektronik yang digenggamnya.
Rona kekecewaan terpendar dari roman mereka tatkala pertunjukan wayang diundur kurang lebih 1,5 jam karena ada kendala teknis. Walau begitu, mereka tidak beranjak dari tempat duduknya. Mereka setia menunggu "Cenk Blonk" tampil. Sepasang wayang kulit itu sangat dielu-elukan bagaikan artis papan atas.
I Gusti Ngurah Angga Satyana datang jauh-jauh dari Jimbaran, Kabupaten Badung, bersama istri dan anak semata wayangnya hanya karena "Cenk Blonk" tampil di panggung RRI, Sabtu (7/9) malam.
"Sudah lebih dari dua jam saya di sini. Cenk Blonk berbeda dengan wayang lain. Mengikuti perubahan zaman sehingga enak ditonton," katanya.
Tepat pukul 19.00 Wita saat mobil bus warna merah muda bertuliskan "Cenk Blonk" tiba diiringi dengan dua mobil minibus lainnya, suasana di halaman kantor radio tertua di Bali itu berubah riuh.
Riang tawa dan tepuk tangan penonton mewarnai pementasan malam itu, beberapa di antaranya, terutama anak-anak, sudah mulai menyuarakan kegembiraannya "Ceng Blong" teke (hadir)", kata riuh penonton anak-anak.
Bahkan, beberapa di antaranya mendekati kendaraan rombongan itu untuk menyaksikan langsung persiapan dalang sebelum pementasan.
Malam itu, I Wayan Nardayana, sang dalang, mengenakan pakaian tradisional Bali serba putih dengan ditutupi jaket hitam untuk mengusir hawa dingin.
Sebelum tampil, dia menyapa para penoton yang mengerumuninya dan sesekali melihat para tamu undangan yang hadir pada malam itu. Setelah panggung terlihat rapi, dipajanglah wayang-wayang yang terbuat dari kulit lembu itu sesuai dengan penempatannya.
Pesan Banyolan
Sebelum memulai pertunjukan, sang dalang mengingatkan para penonton agar tidak merekam secara visual tanpa seizin darinya untuk menghindari perbuatan melawan hukum.
Panggung sudah berubah semarak, Cenk Blonk tampil dengan lakon sang penyiar radio yang mengisahkan sepenggal cerita Ramayan melawan Hanoman untuk menyelamatkan Dewi Sinta yang diculik oleh Rahwana.
Dalam perjalanannya menyelamatkan Dewi Sita yang didampingi dua ajudannya, yaitu Delem dan Sangut, menyisir hutan dan gua untuk menuju Kerajaan Alengka tempat penyanderaaan Dewi Sita.
Di sela-sela kesempatan itu, Delem dan Sangut menyampai pesan yang inspiratif dan humor sesuai dengan selera masyarakat pada saat ini. Mulai dari kekejaman dunia politik, sosialisai bahaya narkoba, hingga bahaya makanan mengandung kimia.
Dua ajudan yang melucu, pasangan Merdah-Tualen dan Cenk Blonk, berhasil mengocok perut para penonton.
Lelucon "Cenk Blonk" juga menggambarkan perkembangan politik pada zaman Ramayana yang tidak mau diadu domba oleh para oknum tertentu.
Pementasan yang digelar sekitar 2,5 jam itu membuat penonton larut dalam tawa. Bahkan, sebagian penonton saat menuju areal parkir masih menirukan gaya bebanyolan "Cenk Blonk".
Sebelumnya, Kepala Stasiun RRI Denpasar Herman Zuhri mengajak masyarakat untuk melestarikan seni dan budaya Bali agar tidak punah terlindas kemajuan zaman.
"RRI ini merupakan `Rumah Rakyat Indonesia`. Melalui RRI kita jaga dan lestarikan adat istiadat Bali, jangan sampai lupa akan warisan budaya para leluhur," ucapnya.
Pihaknya sengaja memilih "Cenk Blonk" karena kini telah menjadi ikon pewayangan Bali yang cerdas dan inspiratif.
Menurut sang dalang, Wayan Nardayana, "Ceng Blong" diambil dari penggunaan huruf K menggantikan G pada Nang Klenceng (Cenk) dan Nang Eblong (Blonk) agar terkesan lebih gaul.
"Selain itu, saya selalu memperbarui lelucon sesuai dengan kondisi para penonton agar mereka tidak bosan dengan gaya bebanyolan saya," ujarnya. (WRA)
Wayang Pun Bisa Jadi Penyiar
Selasa, 10 September 2013 18:04 WIB