Remaja putri yang mengenakan busana tari khas Bali itu melirik dengan bola mata yang tajam dalam waktu bersamaan menghentakan kaki dan gerakan tubuh yang lincah mengikuti irama musik gamelan yang mengiringinya pentas di atas panggung.
Wanita maupun pria itu sanggup memainkan hampir semua jenis alat musik tradisional Bali sekaligus menari dan melantunkan tembang-tembang dalam berbagai kegiatan, baik untuk kelengkapan kegiatan ritual, panggung hiburan, maupun suguhan untuk wisatawan.
Seniman serbabisa, baik sebagai penari maupun penabuh, seolah-olah dalam satu pementasan tidak ada batas karena tadinya memainkan gamelan (menabuh) tiba-tiba mengambil peran sebagai penari.
Itulah kiprah seniman-seniman muda Bali yang terhimpun dalam seka kesenian, sanggar tabuh, dan tari Bali yang tersebar hingga ke pelosok perdesaan yang sanggup mengambil alih pelestarian warisan seni dan budaya Bali secara turun-temurun, tutur Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali I Ketut Teneng.
Semua itu berkat ketulusan dan kesungguhan para seniman dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga keunikan seni budaya yang menjadi salah satu daya tarik Bali di dunia internasional tetap kokoh dan lestari.
Demikian pula, seniman-seniman muda alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar secara aktif membina seka (grup) kesenian di banjar-banjar (dusun) yang hasilnya dapat dilihat dari hasil pementasan duta seni kabupaten/kota pada Pesta Kesenian Bali (PKB) aktivitas seni secara berkesinambungan setiap tahun.
Dikenalnya Bali ke mancanegara yang akhirnya membawa dampak positif terhadap pesatnya perkembangan pariwisata yang kini menjadi tumpuan harapan sebagian besar masyarakat Pulau Dewata tidak lepas dari peran dan andil para senimannya.
Hampir setiap banjar atau desa adat di delapan kabupaten dan satu kota di Bali memiliki perangkat gamelan dan seka kesenian, meskipun fungsinya lebih mementingkan untuk kelengkapan kegiatan ritual dan adat.
Namun, di setiap dusun ada puluhan hingga ratusan seniman tabuh dan penari aneka jenis kesenian tradisional, yang secara otomatis akan beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Oleh sebab itu, perlu ada kepedulian dan ketulusan dari seniman untuk mencetak kader penerus sehingga seni budaya Bali tetap utuh dan lestari.
Untuk itulah Pemerintah Provinsi Bali dalam usianya yang ke-55 yang jatuh pada tanggal 14 Agustus 2013 makin kokoh dan memantapkan dengan landasaan seni budaya yang bernapaskan agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat Pulau Dewata.
Pada puncak HUT itu salah satu agendanya menyerahkan Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni kepada sembilan seniman yang dinilai mempunyai pengabdian, dedikasi, dan prestasi gemilang pada zamannya.
Mereka hanya separuhnya dari 18 seniman yang masuk nominasi karena tim dari instansi terkait melakukan seleksi secara ketat agar penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya.
Satya lencana berupa emas seberat 20 gram dengan 23 karat itu berupa ornamen Siwa Nata Raja lambang pesta kesenian Bali (PKB) sekaligus kebesaran seni budaya Bali.
Ketut Teneng, pria kelahiran Buleleng itu menjelaskan, para seniman yang mendapat penghargaan yang diserahkan langsung oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga disertai piagam penghargaan dan uang masing-masing sebesar Rp8 juta.
Penghargaan tersebut sekaligus salah satu bentuk pembinaan, pengembangan, dan pelestarian nilai-nilai budaya Bali dengan harapan tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan zaman.
Selain itu, mampu menumbuhkan daya kreativitas masyarakat, khususnya budayawan dan seniman, untuk lebih memacu prestasi dalam bidang seni, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat.
Pemberian penghargaan Seni Dharma Kusuma sesuai dengan Peraturan Daerah Bali Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penghargaan Seni diberikan sejak 1974 secara berkesinambungan (1974--2012) kepada 402 orang ditambah tahun ini lagi sembilan orang.
Kristalisasi Budaya
Kekayaan seni tabuh dan tari yang diwarisi Bali selama ini merupakan kristalisasi dari berbagai unsur budaya sejak sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Dewata. Pengaruh seni budaya Jawa muncul setelah jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke-16. Banyak orang kerajaan Majapahit meninggalkan Jawa dan mengembangkan kesenian di Bali.
Tercatat kemudian pada zaman kejayaan raja Bali antara abad ke-16 hingga abad ke-19 merupakan masa keemasan kesenian Bali. Drama tari gambuh yang diibaratkan sebagai sumber air bagi seni pertunjukan (tari dan musik) Bali yang berkembang hingga sekarang.
Demikian pula, dalam seni musik, gamelan Bali berakar dari zaman pra-Hindu yang diperkaya oleh pengaruh seni budaya Hindu Majapahit. Disusul masuknya kolonialisme, ternyata tidak menggoyahkan eksistensi tari dan musik Bali, tutur Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Kadek Suartaya.
Kaum penjajah dalam beberapa segi memberikan kontribusi yang positif bagi seni pertunjukan Bali. Gamelan gong kebyar yang muncul pada awal abad ke-20 dianggap pengaruh budaya barat (Belanda).
Pada tahun 1930-an, Walter Spies, seniman lukis warga negara Jerman yang tinggal di Bali, menaruh perhatian besar terhadap seni dan gamelan Bali.
Demikian pula, tari kecak yang telah mendunia tercipta berkat sentuhan dan arahan Walter Speis.
Pemerintah Belanda pertama kali mengirim misi kesenian Bali yang diwakili seka kesenian dari Peliatan Ubud, Gianyar, ke Paris pada tahun 1931, mampu menarik perhatian masyarakat Eropa.
Demikian pula, I Ketut Maria (alm.) pencipta dan penari Oleg Tamulilingan adalah penari dan koreografer Bali yang punya andil mengharumkan Bali di dunia internasional. Sukses tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke mancanegara prakemerdekaan segera disusul dengan keberangkatan tim kesenian lainnya.
Frekuensi keberangkatan tim kesenian Bali ke sejumlah negara makin intensif setelah Indonesia merdeka. Bahkan, sekarang setiap bulan sedikitnya ada tiga-empat seka mengadakan lawatan ke luar negeri.
Seka kesenian Jegog dari Jembrana maupun sanggar Cudomani dan Sanggar Selukat Ubud, Gianyar mempunyai jadwal rutin mengadakan lawatan ke Jepang, Australia, dan Amerika Serikat setiap tahunnya. Belum termasuk ISI yang secara berkesinambungan mengirim tim-tim kesenian ke mancanegara.
Dikenal Dunia
Seniman asing yang mengembangkan kreativitas seni di Bali, baik dalam seni tari, tabuh, patung, maupun kanvas itu, selain memperkenalkan Bali ke dunia barat, sekaligus mampu mengantarkan dirinya mendunia, berkat kegigihan dan kepiawaian memanfaatkan roh Bali dalam menghasilkan karya-karya seni.
Sederetan nama seniman asing yang pernah bermukim di Bali dengan karya-karyanya yang terbingkai dalam seni budaya Bali mencuat kepermukaan yang telah dikenal dunia internasional hingga sekarang.
Karya seni hasil sentuhan sederetan seniman asing yang pernah bermukim di Bali menggambarkan bagaimana unik dan kokohnya seni budaya yang diwarisi masyarakat Pulau Dewata hingga sekarang.
Walter Spies lewat karya kanvas maupun garapan tari mampu memperkenalkan Bali kepada dunia barat pada tahun 1930-an, hingga akhirnya Bali dikenal mancanegara. Upaya itu juga dilakukan dengan mengajak seniman tabuh dan tari Bali mengadakan lawatan ke berbagai negara ke Eropa.
Demikian pula, seniman lukis dan patung hasil binaannya tetap berpijak pada akar seni budaya Bali. Berkat keberhasilan Walter Spies membangun "jembatan" yang menghubungkan Bali dengan dunia barat, menjadikan para ilmuwan dan peneliti dunia tertarik datang ke Bali.
Kedatangan ilmuwan barat itu setelah kembali ke negaranya masing-masing hampir semuanya menulis tentang Bali dari berbagai sudut pandang yang umumnya pada bidang seni budaya serta keindahan panorama alam Pulau Dewata.
Kondisi demikian itu tidak mengherankan jika Bali sekarang berkembang pesat dalam bidang pariwisata, bahkan sebagian besar masyarakat setempat menggantungkan tumpuan harapan pada sektor pariwisata, tanpa mengesampingkan aspek pembangunan lainnya, tutur Kadek Suartaya. (LHS)
Dharma Kusuma Cara Bali Hargai Seniman
Selasa, 13 Agustus 2013 14:53 WIB