Denpasar (Antara Bali) - Berdasarkan penelitian, sekitar 70 persen penderita kanker payudara di Bali enggan ke dokter dan baru berobat secara medis setelah berada dalam stadium mematikan.
"Mereka kebanyakan enggan ke dokter karena takut dioperasi, menjalani terapi kimia dan radiasi," kata Gaye Warren, selaku ketua panitia amal dan kegiatan jalan kaki untuk kewaspadaan kanker kepada ANTARA di Denpasar, Sabtu malam.
Melalui kegiatan untuk kedua kalinya yang dijadwalkan berlangsung 15 Mei 2010 di Pulau Peninsula kawasan Nusa Dua itu, diharapkan dapat membantu penderita, sekaligus meningkatkan kesadaran berobat ke dokter sejak dini.
Menurut Gaye Warren, sebagian penderita juga lebih percaya pada keampuhan pengobatan tradisional dan ada di antaranya yang pasrah begitu saja karena telah terlanjur yakin bahwa kanker payudara tidak bisa disembuhkan.
Disebutkan bahwa kekurangan informasi yang benar tentang kanker payudara telah merebak. "Begitu juga masalah pembiayaannya. Apalagi, kewaspadaan tentang kanker yang mematikan bagi perempuan ini masih rendah," katanya.
Penderita kanker payudara di Bali telah meningkat, sehingga menjadi masalah serius bagi sistem kesehatan dan kalangan profesional di bidang medis.
Penanganan penderita kanker payudara dihadapkan beberapa hal, dari ketiadaan basis data jumlah pasti penderita, ketiadaan program deteksi dini massal, hingga masalah prevalensi terhadap perubahan jenis kanker dari kanker kolo-rektal ke kanker payudara.
Gaye Warren menyebutkan, di Bali juga belum ada pusat kanker yang memadai. Sementara 73 persen pasien kanker payudara berusia 30-50 tahun juga lazim menderita kanker kolon.
Sebanyak 70-80 persen penderita kanker payudara baru datang berobat ke dokter atau rumah sakit setelah memasuki tahap tiga atau empat, sehingga terlambat untuk ditangani.
Akibat biaya pengobatan yang sangat mahal, juga membuat banyak pasien memilih tidak melanjutkan pengobatannya. "Pengobatan kanker payudara masih memerlukan upaya keras dan banyak menelan biaya," katanya.
Melalui kegiatan yang didukung sejumlah pihak, seperti asosiasi perempuan internasional, perusahaan pengembangan pariwisata (BTDC), asosiasi pemasaran dan humas perhotelan Bali, diharapkan dapat meningkatkan perhatian terhadap penanganan kanker payudara.
Hasil penjualan tiket penyelenggaraan kegiatan dan bazar terkait kegiatan tersebut, juga akan disumbangkan bagi peningkatan kewaspdaan kanker payudara dan pengobatannya.(*)