Bangli, Bali (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali mereboisasi kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Penelokan, Kintamani, setelah pembongkaran bangunan tidak berizin di area tersebut.
"Pemulihan yang kami lakukan tidak hanya fisik melalui penanaman pohon, tetapi juga spiritual," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Bangli Dewa Bagus Riana Putra di Kintamani, Bangli, Bali, Kamis.
Pihaknya melaksanakan upacara Guru Piduka atau upacara Hindu untuk memohon pengampunan dan menyucikan kembali kawasan tersebut setelah terbangun bangunan tidak berizin.
Pembersihan secara spiritual ini berakar pada filosofi Tri Hita Karana, yang menekankan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.
Setelah upacara, kemudian dilaksanakan penanaman pohon untuk menghijaukan kembali bentang alam tersebut.
Penanaman pohon dan upacara tersebut dilaksanakan bersama BKSDA, perwakilan Kementerian Kehutanan serta dihadiri tokoh masyarakat setempat termasuk Camat Kintamani, Kapolsek Kintamani.
Kemudian, Perbekel (kepala desa) Desa Kedisan, dan Bendesa (kepala) Adat Desa Kedisan, Kelompok Wana Lestari (Kelompok Pelestari Hutan) serta Kader Konservasi KSDA Bali.
Ia juga mengajak semua pihak untuk memastikan keberlanjutan upaya penghijauan di kawasan TWA Penelokan.
TWA Penelokan, Bangli memiliki luas 574,27 hektare yang merupakan salah satu dari lima kawasan konservasi di Bali yang menjadi tanggung jawab pengelolaan dari BKSDA Bali.
Di dalam kawasan tersebut sebelumnya terbangun bangunan restoran ukuran 10,9 x 10 meter dengan fasilitas penunjang berupa toilet dan dapur ukuran 7,4 x 4,8 meter, area taman depan 14,3 x 36 meter, area parkir 11,7 x 38,7 meter.
Bangunan tersebut dibangun oleh salah satu pengusaha lokal yang mengantongi izin berusaha dari Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan Sertifikat Standar:23082200271370004 yang diterbitkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 7 Oktober 2024, namun sudah membangun bangunan.
Pembangunan restoran itu mendapat penolakan dari sejumlah pihak hingga akhirnya Pemkab Bangli memutuskan agar bangunan itu dibongkar setelah melalui rapat koordinasi pada Senin (13/10).
Pembongkaran bangunan itu dilakukan setelah ditemukan ketidaksesuaian antara kegiatan pembangunan dengan persetujuan perizinan berusaha.
