Jembrana, Bali (ANTARA) - Anggota DPRD Jembrana Ketut Suastika minta persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA sederajat diselesaikan dengan tuntas sehingga tidak muncul setiap tahun.
"Hampir setiap tahun selalu ada masalah PPDB. Tahun ini malah lebih besar lagi masalahnya, karena memberatkan peserta didik dan orang tuanya," kata Suastika di Negara, Kabupaten Jembrana, Kamis.
Dia mengatakan, belasan orang tua murid mengadu kepadanya, karena anak mereka mendapatkan SMA yang jauh dari rumahnya.
Wakil rakyat yang akrab dipanggil Cohok ini mengatakan, banyak lulusan SMP di wilayah Kecamatan Melaya yang mendapatkan SMA di Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng.
Jika murid itu tinggal di Desa Melaya, kata dia, jarak yang harus ditempuh ke sekolahnya sekitar 61 kilometer serta melewati kawasan hutan Bali Barat.
"Tidak hanya jarak tempuh yang jauh, faktor keamanan juga menjadi perhatian kami karena melewati jalan raya di kawasan hutan Bali Barat," katanya.
Saat ini, kata dia, pihaknya sedang mengusulkan agar ada angkutan antar jemput untuk anak-anak Jembrana, yang bersekolah di SMA yang jauh dari rumahnya.
Untuk membantu masyarakat, dia juga minta angkutan tersebut digratiskan sebagai wujud kehadiran pemerintah saat masyarakat kesulitan terkait pendidikan anak-anaknya.
"Masalah jarak sekolah jenjang SMA yang jauh dari rumah ini terjadi hampir di seluruh Jembrana. Jarak tempuh itu praktis menimbulkan biaya bagi orang tua," katanya.
Untuk operasional angkutan gratis ini kata dia, bisa dilakukan pembagian anggaran antara pemerintah provinsi dan kabupaten.
Selain angkutan gratis, dia juga minta daya tampung SMA dan SMK di Jembrana ditambah dengan pembangunan ruang kelas baru.
"Masalah ini muncul juga karena daya tampung SMA dan SMK tidak sebanding dengan anak-anak yang lulus SMP. Kami berharap pemerintah provinsi bisa menambah ruang kelas karena SMA dan SMK di bawah provinsi," katanya.
Jarak yang jauh untuk sekolah di SMA ini juga mendapatkan perhatian dari Ketut Sugiasa, anggota DPRD Bali asal Jembrana.
Dia mengatakan, terus berkoordinasi dengan Komisi IV DPRD Bali yang membidangi sektor pendidikan.
"Persoalan PPDB SMA terjadi di seluruh Bali. Komisi IV sedang mencari solusi agar tidak setiap PPDB selalu muncul persoalan," katanya.
Khusus persoalan PPDB tahun ini, dirinya ikut prihatin ada anak-anak dari Kabupaten Jembrana yang terpaksa bersekolah SMA di Kecamatan Gerogak yang masuk wilayah Kabupaten Buleleng.
Menurut dia, dengan jarak tempuh yang jauh itu, murid terpaksa kos sehingga menambah biaya yang dikeluarkan orang tua.
Di sisi lain, dirinya juga melihat, tidak tertampungnya lulusan SMP di SMA atau SMK terdekat, karena masyarakat belum memahami sistem penerimaan murid baru tahun ini.
"PPDB SMA tahun ini menggunakan sistem baru dengan empat jalur penerimaan. Saya duga banyak yang salah dalam memilih jalur saat mendaftar sehingga tidak diterima," katanya.
Namun, dirinya tidak menyalahkan masyarakat yang belum paham dengan sistem baru ini, dengan mendesak dinas terkait melakukan sosialisasi.
"Semestinya dinas terkait melakukan sosialisasi yang matang ke murid dan orang tua. Kalau sosialisasinya kurang, PPDB akan semakin amburadul," kata politisi dari PDI Perjuangan ini.
Untuk sistem saat ini, kata dia, yang harus diselesaikan adalah memastikan lulusan SMP bersekolah di SMA dan SMK terdekat, karena jarak tempuh yang jauh akan berdampak pada anak-anak dalam mengikuti pelajaran.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Jembrana I Gusti Putu Anom Saputra yang dikonfirmasi mengatakan, dari koordinasi dengan Dinas Pendidkan Provinsi Bali untuk masalah jarak tempuh ke SMA masih dipelajari dan dikaji.
"Untuk anak-anak yang belum mendapat sekolah, akan didistribusikan ke sekolah yang masih ada kuotanya. Sementara yang jarak tempuh jauh masih dipelajari dan dikaji," katanya.
Untuk usulan angkutan gratis dia mengatakan, pihaknya beluk membahas hal tersebut.
