Mangupura (ANTARA) - Umat Hindu Bali kembali merayakan Hari Tumpek Landep pada Sabtu hari ini untuk menyucikan alat-alat terbuat dari logam seperti benda tajam atau senjata yang dilaksanakan di rumah atau tempat suci.
"Tumpek Landep merupakan hari raya Umat Hindu dimana kami melaksanakan upacara penyucian senjata dan alat yang bersifat tajam seperti keris, pisau dan sebagainya yang digunakan oleh masyarakat Hindu Bali,” kata Kelian Adat Banjar Teguan I Wayan Sudika saat ditemui di rumahnya di Desa Punggul, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali.
Wayan Sudika menjelaskan ritual Tumpek Landep merupakan rangkaian dari peringatan Hari Saraswati (turunnya ilmu pengetahuan) dan Hari Pagerwesi (hari penyucian diri) yang diperingati setiap 210 hari atau enam bulan sekali pada Hari Saniscara Kliwon (Sabtu Kliwon) wuku Landep.
Ia juga mengatakan Tumpek Landep tidak hanya sebagai penyucian senjata dan alat yang bersifat tajam saja tetapi juga sebagai penyucian pikiran bagi Umat Hindu Bali itu sendiri.
“Dan serangkaian dari Tumpek Landep itu adalah intinya antara lain memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar manusia diberikan ketajaman dalam berpikir, sehingga mampu untuk mengarungi kehidupannya dengan kecerdasan-kecerdasan pikiran baik secara moral maupun spiritual,” ujarnya.
Selain itu, Wayan Sudika juga membeberkan proses atau tahapan yang dilakukan pada Hari Tumpek Landep yang sering dilaksanakan oleh Umat Hindu Bali pada umumnya.
Sebelum dilakukan penyucian terhadap senjata atau alat-alat yang tajam, masyarakat Hindu Bali mesti membersihkannya benda-benda yang akan diupacarai terlebih dahulu dengan mencucinya seperti pisau, pahat, cangkul, sepeda motor, mobil, dan alat-alat lainnya.
"Setelah itu kita lanjut isikan dengan sasat/ janur yang dihias dan diisi dengan daun dadap, nah setelah itu baru kita mulai ke rangkaian selanjutnya yaitu menghaturkan sesajen,” katanya.
Umat Hindu Bali meyakini bahwa dengan mengikuti upacara Tumpek Landep, mereka dapat memperoleh berkat dan anugrah dalam menjalani kehidupannya.
"Upacara ini juga menjadi simbol budaya yang kuat dari generasi ke generasi," kata Wayan Sudika.