Denpasar (ANTARA) -
Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Bali mengungkap 12 pelaku tindak pidana pencurian data pribadi berupa registrasi kartu sim secara ilegal dan penjualan kode One Time Password (OTP).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Polisi Jansen Avitus Panjaitan saat konferensi pers di Denpasar, Bali, Rabu mengatakan pengungkapan kasus ini baru pertama kali menggunakan Undang-Undang perlindungan data pribadi di Polda Bali.
"Modus operandinya dengan menggunakan data pribadi milik orang lain untuk melakukan registrasi kartu perdana untuk memperoleh kode OTP selanjutnya dijual kepada pembeli," kata Jansen.
Para pelaku yang berhasil ditangkap polisi memiliki tugas yang berbeda-beda dalam menjalankan tindak pidana tersebut yakni DBS (pemilik), GVS (manajer), MAM (kepala sortir), FM sebagai kepala produksi registrasi Simcard, YOB petugas registrasi Simcard, TP petugas registrasi kartu, ARP (petugas registrasi kartu) IKABM (petugas registrasi), RDSS sebagai pelaku penjualan Simcard ke konsumen, DP sebagai research developer, IWSW sebagai customer service, dan DJS sebagai promosi (sales).
Baca juga: Polisi terjunkan 1.025 personel pada Operasi Zebra Agung 2024 di Bali
Karena itu, kata Jansen, para tersangka dijerat Pasal 65 ayat (3), Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur tentang setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu, para tersangka dijerat UU ITE yakni Pasal 32 ayat (1), Pasal 48 ayat (1) tentang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen rlektronik milik orang lain atau milik publik dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara itu, Direktur Reserse Siber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan tindak pidana tersebut terungkap berawal dari adanya informasi masyarakat yang diterima oleh tim Siber Polda Bali pada 9 Oktober 2024 yang mencurigai adanya lokasi yang diduga tempat judi online.
"Setelah kami datangi ternyata bukan tempat judi online tetapi produksi registrasi SIM card secara illegal," kata mantan Warirreskrimsus Polda Bali itu.
Ranefli menjelaskan ada dua tempat yang diduga menjadi markas pencurian data tersebut di dalam kota Denpasar yakni TKP pertama di Jalan Sakura Gang 1 No.18C Denpasar dan di Jalan Gatot Subroto I, Perumahan Taman Tegeh Sari No.17 Denpasar.
Pada pengerebekan di TKP pertama, petugas menemukan modem dan laptop yang diduga digunakan untuk mendaftarkan/registrasi kartu perdana menggunakan identitas orang lain secara ilegal.
Setelah dilakukan pendalaman, Tim Ditressiber melakukan investigasi TKP tersebut, kemudian ditemukan modem laptop dan kartu perdana yang telah diregistrasi menggunakan identitas orang lain secara illegal dan beberapa kardus berisi kartu perdana yang belum dibuka.
Dari hasil pemeriksaan pemilik DBS, diketahui tempat tersebut hanya merupakan tempat melakukan registrasi terhadap kartu simcard baru sedangkan penjualan kartu simcard tersebut dalam bentuk beberapa aplikasi dilakukan di jalan Gatot Subroto I perumahan taman tegeh sari No. 17 Denpasar.
Ranefli mengatakan aktivitas tersebut dimulai dari awal tahun 2022 bermula pelaku dengan melakukan registrasi manual melalui HP, kemudian berlanjut membeli dua modem pul, lanjut membeli delapan modem pul dan sampai bulan Agustus 2024 berkembang menjadi 168 modem pul.