Denpasar (Antara Bali) - Keterangan saksi yang dihadirkan teradu Nyoman Suryadharma SH, selaku pengacara Susrama, terdakwa kasus pembunuhan wartawan pada sidang pelanggaran kode etik advokat di Denpasar, Bali, Sabtu, dinilai banyak yang janggal dan kontradiktif.
Saksi yang dihadirkan dalam sidang majelis kehormatan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Denpasar yang dipimpin Nyoman Budi Adnyana SH di kampus Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) itu terdiri tiga orang, yakni pengacara Wisnu SH, Luh Made Astiti dan Ari Arta Wibawa.
Saksi menunjukkan surat pernyataan Nengah Mercadana (tukang kayu) yang menyatakan pada tanggal 11 Februari 2009 bekerja di rumah Susrama, terdakwa kasus pembunuhan AA Narendra Prabangsa, wartawan Radar Bali. "Namun saat sidang mereka justru tidak melakukan cek silang, ini kan aneh," kata Wihartono SH, pengacara pengadu dari Solidaritas Jurnalis Bali (SJB).
Wisnu selaku kuasa hukum Susrama, juga tidak berusaha melakukan konfrontir dengan Mercadana di luar sidang.
Padahal surat keterangan yang dijadikan alat bukti itu, merupakan hal yang sangat penting dan bisa meringankan kliennya. Hanya saja hal itu justru tidak dikejar oleh saksi selaku kuasa hukum Susrama.
Pengakuan janggal Wisnu lainnya, ketika ditanya anggota majelis Gede Muliarsana SH, apakah melihat saat Suryadharma menunjukkan surat peryataan itu di depan majelis hakim, dia menjawab tidak mengetahui. "Bagaimana saksi bilang tidak tahu, padahal rekannya maju menunjukkan surat pernyataan di depan sidang. Ini kan janggal," katanya.
Demikian pula saat diminta menjelaskan apa pentingnya surat pernyataan tersebut, Wisnu mengaku tidak tahu, padahal surat pernyataan itu diajukan di persidangan.
Jawaban aneh Wisnu juga terlontar saat ditanya majelis untuk menjelaskan bagaimanan bentuk atau format surat peryataan tersebut. Wisnu menjawab tidak mengetahui.
"Saksi hanya tahu bahwa isi surat pernyataan Mercadana itu menjelaskan masuk kerja pada tanggal 11 Februari saja," ujar Wihartono menjelaskan. Tanggal 11 Februari diyakini bertepatan hari kejadian pembunuhan AA Prabangsa di rumah Susrama yang masih dibangun di Bangli, Bali.
Keterangan janggal lainnya datang dari anak saksi Made Astiti, Buah Nyoman Susrama, salah seorang terdakwa pembunuh wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa. Saat ditanya soal buku absensi pekerja proyek di rumah Susrama, saksi menjawab hilang.
Namun setelah didesak anggota majelis, saksi buru-buru meralat jika bukan buku absensi yang hilang, namun halaman absensi pada bulan Februari. "Absensi pada bulan Februari itu hilang karena dirobek, tapi saya tidak tahu siapa yang menyobek," kata saksi yang mengaku bekerja sebagai tukang sapu dan membantu proyek di rumah Susrama sejak tahun 2008.
Kepada majelis, saksi juga mengaku tanggal 10 Februari atau sehari sebelum waktu yang diyakini terjadi aksi pembunuhan atas Prabangsa yakni tanggal 11 Februari, ia melihat Susrama bertemu dan bercakap-cakap dengan saksi Mercadana di rumah Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli.
Hanya saja saksi Astiti mengaku tidak mengetahui isi percakapan antara Mercadana dan Susrama. Mercadana sendiri dalam kesaksiannya di depan majelis mengaku diminta berbohong oleh Suryadharma, pengacara Susrama, bahwa dirinya masuk kerja pada tanggal 11 Februari.
Kasus pelanggaran kode etik advokat ini disidangkan setelah adanya laporan pengadu SJB yang terdiri dari berbagai organisasi kewartawanan di Bali seperti Aliansi Jurnalis Independen, PWI, PWI Reformasi, dan Perwami.(*)