Denpasar (ANTARA) - Pengelola tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Kertalangu, Denpasar, mengungkapkan bahwa proses pengolahan selama ini tak optimal sesuai kapasitas semestinya karena spesifikasi Refuse Derived Fuel (RDF) atau hasil bahan bakar berubah, menyesuaikan keinginan pembeli.
Public and Government Relation PT Bali CMPP Andrean Raditha selaku pengelola mengatakan awalnya mereka berhasil mengolah 290 ton sampah per hari, namun hasil bahan baku RDF tidak dapat dijual karena tiba-tiba perusahaan semen selaku pembeli meminta untuk mengubah spesifikasi.
“Kurang lebih pada Juli kata pembeli kami harus menyediakan RDF dengan spesifikasi kadar airnya antara 10-15 persen, kalau bisa di bawah 10 persen. Padahal sebelumnya yang kami buat kadar airnya di atas 25 persen. Jadi jauh, otomatis kita harus menyesuaikan spesifikasi. Proses pengolahan harus berulang kali, jadi saat dimasukkan ke mesin tidak bisa langsung keluar jadi 10 persen itu, harus berulang kali sampai tiga kali,” katanya di Denpasar, Jumat.
Oleh sebab itu, proses pengolahan menjadi lambat, dari yang ditargetkan awal 450 ton per hari baru dapat mencoba 290 ton per hari, dan kini semakin menurun menjadi 60-70 ton per hari lantaran proses pengolahan memakan waktu lebih lama.
Atas kendala itu, Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya beserta Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar turun langsung meninjau kondisi di TPST Kertalangu dan ketika dimintai komitmen PT Bali CMPP berupaya menambah alat pengolah.
Baca juga: Gubernur Bali tagih komitmen operasional pengelola TPST Kertalangu
“Dari hasil yang terjadi kita lihat ternyata tidak bisa dipaksakan, kita harus penambahan mesin peralatan agar bisa memproduksi RDF sesuai permintaan pembeli, dan kapasitas yang diolah bertambah,” ujar Andrean.
Akhirnya kini Pemprov Bali menargetkan TPST Kertalangu mampu mengolah 270 ton sampah per hari pada 1 Desember 2023 dan 450 ton pada akhir tahun ini.
Kepada media ia juga menyampaikan bahwa meski alat pengolah sudah ada tidak berarti masalah selesai di waktu tersebut, lantaran butuh proses percobaan. Apalagi tempat pengolahan sampah ini merupakan yang pertama di Indonesia sehingga tergolong barang baru.
Untuk hasil lebih optimal, perusahaan tersebut kembali melakukan penjajakan ke industri yang membutuhkan bahan bakar selain semen.
Baca juga: Gubernur Koster utus dinas lingkungan hidup cek kondisi TPST Kertalangu
Selain itu, kata Andrean, cemaran bau juga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya TPST Kertalangu. “Kemarin ada masalah bau. Kami harus setop dulu perbaiki sistem pengendalian bau," katanya.
Ia juga meminta masyarakat mengirim sampah segar bukan sampah busuk yang lama ditimbun karena akan mengakibatkan dampak sosial dan kesehatan karyawan TPST.
Pihak pengelola juga ditagih komitmennya oleh pemerintah daerah (pemda) untuk menyelesaikan proses di dua tempat lainnya yaitu TPST Tahura dan TPST Padangsambian.
Untuk TPST Tahura ditargetkan mampu mengolah sampah 112 ton per hari per Maret 2024, sementara TPST Padangsambian masih di angka 40 ton per hari yang nantinya setelah proses pencacahan sampah dibawa ke TPST Kertalangu untuk diolah menjadi RDF.