Jakarta (ANTARA) - Sangiran boleh bercerita tentang masa lalunya, sekitar 150.000 tahun lalu, ketika ia masih berdiri kokoh sebagai bagian dari peradaban besar umat manusia yang pernah ada.
Namun kini, ia tertinggal dan terpendam dalam begitu banyak rahasia kehidupan yang belum sepenuhnya terungkap.
Meski begitu, Sangiran yang menyimpan potensi besar sejarah evolusi manusia, bisa saja memiliki nilai ekonomi instan yang mampu mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya secara berkelanjutan.
Bukan mengeksploitasi peninggalan yang ada di dalamnya, sebab apa pun yang tersisa dari Situs Sangiran kini adalah bagian dari benda purbakala yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Namun, menciptakan daya tarik tanpa merusak, menjadi jalan tengah terbaik untuk melestarikan sekaligus menyejahterakan dari sisi pariwisata berkelanjutan.
Sangiran memang sangat potensial menjadi daya tarik wisata sejarah, peradaban, dan budaya yang harus dioptimalkan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat dari sisi pariwisata.
Sangiran menjadi salah satu lokasi penemuan situs purbakala di samping situs serupa yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan Sangiran dianggap sebagai situs manusia purba yang dianggap terbesar dan terpenting di dunia yang ditemukan di Indonesia. Sangiran terletak di kaki Gunung Lawu, sekitar 15 km dari lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah.
Berbagai potensi dan narasi yang kuat mengenai Sangiran sudah saatnya digarap dengan baik, agar mampu mendatangkan nilai ekonomi yang memberdayakan masyarakatnya dengan tetap mengacu pada upaya pelestarian yang berkelanjutan.
Kawasan ini memang telah disadari dan dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata. Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno pernah menyambangi Desa Wisata Sangiran yang terletak di Desa Krikilan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Desa Krikilan ini masuk ke dalam daerah Cagar Budaya Sangiran dan telah ditetapkan sebagai World Culture Heritage oleh UNESCO pada tahun 1996. Desa ini merupakan situs arkeologi di Pulau Jawa yang dianggap penting oleh dunia, sebab fosil manusia purba banyak ditemukan di sini.
Menparekraf sepakat bahwa Desa Wisata Sangiran daya tariknya berkelas dunia karena ada situs yang sudah diakui UNESCO, sebagai situs yang umurnya 1,8 juta tahun. Fakta itu menunjukkan bahwa wilayah itu memiliki situs tertua, dan ini menunjukkan bahwa peradaban bangsa ini adalah peradaban tinggi.
Peradaban besar
Para peneliti memang selalu menganggap Sangiran sebagai pusat peradaban besar, penting, dan lengkap manusia purba di dunia karena memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun lalu.
Situs ini menyimpan kekayaan fosil-fosil purbakala, mulai dari fosil manusia purba, binatang-binatang purba, hingga hasil kebudayaan manusia pra-aksara.
Situs Sangiran terletak di dua wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Karanganyar, dengan luas mencapai 59,21 kilometer persegi.
Secara topografi, wilayah Sangiran memiliki karakteristik berbentuk menyerupai kubah raksasa dengan cekungan besar di pusat kubah akibat peristiwa erosi.
Lembah Sangiran itu diwarnai dengan perbukitan bergelombang. Kondisi deformasi geologis inilah yang menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil purbakala.
Situs ini dikelola Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Saat ini Situs Sangiran tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di dunia internasional sebagai situs yang mampu menyumbangkan pengetahuan penting mengenai bukti-bukti evolusi (perubahan fisik) manusia, evolusi fauna, kebudayaan, dan lingkungan, yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu.
Karena nilai-nilainya, Situs Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. UNESCO menetapkan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia Nomor 593 pada tahun 1996 dengan nama The Sangiran Early Man Site.
Nama Situs Sangiran mulai dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian pada tahun 1934. Pada waktu itu Von Koenigswald menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran.
Selanjutnya pada 1936 silam ditemukan fosil manusia purba pertama di Situs Sangiran. Setelah itu, tahun demi tahun penelitian semakin banyak dilakukan di Sangiran yang menghasilkan berbagai temuan, baik berupa fosil manusia, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu.
Atraksi wisata
Mendengar nama Situs Sangiran, memang sebagian besar yang terbayang dalam pikiran adalah fosil manusia purba dan benda-benda peninggalan kuno yang sudah sangat tua.
Namun ternyata, kekayaan arkeologis yang ada di Situs Sangiran tidak hanya fosil, tetapi juga alat-alat batu hasil budaya manusia purba serta lapisan tanah purba yang dapat menunjukkan perubahan lingkungan alam sejak dua juta tahun lalu sampai sekarang tanpa terputus.
Penemuan-penemuan menarik itu sudah selayaknya dinarasikan dan dipromosikan sehingga menjadi atraksi wisata yang mendatangkan wisatawan.
Semua daya tarik itu sejauh ini dikemas dan disajikan di Museum Sangiran yang terletak di kawasan Situs Sangiran dan dibagi menjadi lima klaster yaitu Klaster Krikilan, Klaster Dayu, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum Manyarejo.
Selain museum, atraksi wisata yang bersifat aktif dan melibatkan wisatawan misalnya kegiatan atau event berupa festival, karnaval, hingga wisata olahraga.
Kegiatan bertajuk Sangirun2023 yang akan digelar pada 4-5 November 2023 bisa menjadi contoh konkret perwujudan atraksi wisata yang dimaksud.
Sangirun2023 merupakan event lomba lari malam di atas tanah yang menyimpan sejarah evolusi manusia di Sangiran berlatar keindahan alam, diterangi cahaya bulan dan obor seadanya yang dihiasi teknologi instalasi cahaya dan diramaikan dengan pertunjukan budaya.
Acara dirangkai dengan karnaval unik, fair, dan pesta kuliner serta diramaikan dengan pentas musik artis yang diharapkan akan semakin membuat situs manusia purba Sangiran semakin dikenal wisatawan.
Upaya ini menjadi salah satu cara realistis untuk melestarikan, memberdayakan, dan menggali manfaat ekonomi Sangiran dengan tanpa merusak peninggalan yang bernilai di dalamnya.
Artikel - Melestarikan tanpa merusak jejak peradaban di Sangiran
Oleh Hanni Sofia Minggu, 22 Oktober 2023 14:21 WIB