Badung, Bali (ANTARA) - Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Bali mengatakan Indonesia berpeluang besar dapat menambah kuota penangkapan ikan tuna termasuk jenis sirip biru karena memiliki kepatuhan terkait pelaporan penangkapan.
“Kami dari sisi pelaku usaha sudah ada peningkatan perbaikan termasuk pelaporan data penangkapan. Ini bisa menjadi dasar pemerintah saat penawaran (bidding),” kata Ketua ATLI Bali Dwi Agus Siswa Putra di sela Konferensi Tuna Indonesia di Legian, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Dwi yang juga selaku Ketua Program Perbaikan Perikanan (FIP) Tuna itu mengaku pada 2022 sudah mengantongi kelas A untuk produk tuna yang dikelola pelaku usaha yang bernaung di bawah asosiasi mencapai 24 perusahaan.
Akreditasi A tersebut dapat menjadi modal untuk peningkatan kuota penangkapan tuna.
Baca juga: ATLI Bali catat produksi tuna sirip biru di Pelabuhan Benoa terbesar di Indonesia
Selangkah lagi, lanjut dia, produk tunanya mengantongi sertifikasi pengelolaan tuna berkelanjutan dan bebas dari penangkapan ilegal (IUU Fishing) dari lembaga non profit, Marine Stewardship Council (MSC).
“Kalau sudah dapat label itu artinya tidak ada masalah, tidak ada IUU Fishing dan ada peluang peningkatan harga,” katanya.
Dwi menambahkan Indonesia per tahun mendapatkan kuota penangkapan ikan tuna sirip kuning sebanyak 11 ribu ton, dan Bigeye mencapai 19 ribu ton.
Sedangkan ikan tuna sirip biru mendapatkan kuota per tahun mencapai 1.123 ton yang ditentukan oleh komisi internasional, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT).
Baca juga: ATLI Bali: Konsumsi BBM kapal ikan tuna capai 200 liter per hari
Dari total kuota itu, ATLI Bali mencatat sekitar 1.000 ton di antaranya dibawa ke Pelabuhan Benoa Denpasar, Bali.
Namun, di sisi lain Australia mendapatkan kuota yang justru lebih besar yakni 6.000 ton per tahun, berdasarkan data yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Menteri Trenggono ingin agar kuota yang didapatkan Indonesia seimbang dengan negara lain salah satunya Australia.
“Australia 6.000 ton, kita cuma 1.000 ton kan tidak bagus. Nanti kalau seperti itu, ilegal nanti pasti banyak, yang tidak dilaporkan, perdagangan gelap juga,” katanya di sela Konferensi Tuna Indonesia.
Ada pun sidang penentuan kuota dilakukan oleh Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (RFMO) dua tahun sekali.
Untuk kuota ikan tuna sirip biru misalnya dalam sidang CCSBT pada 2020, Indonesia menambah 100 ton dari 306 ton kuota yang diperebutkan, sehingga menjadi 1.123 ton per tahun dari sebelumnya 1.023 ton per tahun.
Indonesia menjadi negara anggota CCSBT sejak 2008 dengan total negara di dalam komisi mencapai sekitar 30 negara.