Kementerian Sosial RI memberikan dukungan kepada Kelompok Petani Garam Sarining Segara di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, lewat program Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena) untuk meningkatkan produksi garam Kusamba.
“Garam Kusamba yang sudah terkenal akan kualitasnya memiliki potensi besar untuk menguatkan perekonomian setempat. Namun, cara pembuatannya masih tradisional dan produksinya terbatas. Hal inilah yang mendasari Menteri Sosial Tri Risamaharini untuk menginisiasi sistem yang mampu meningkatkan produksi garam turun temurun itu,” kata Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial, Edi Suharto sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima dari Bidang Humas Kemensos di Denpasar, Bali, Senin.
Sejak Juni 2021, Kemensos bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membangun sistem tunnel di Desa Kusamba untuk membantu meningkatkan produktivitas masyarakat setempat.
Baca juga: Pemprov Bali bina industri garam di Jembrana
Pengelolaan garam menggunakan sistem tunnel yang dikelola oleh Kelompok Petani Garam Sarining Segara yang beranggotakan 17 orang tersebut, kata Edi sesuai dengan arahan Mensos bahwa pemberdayaan tidak selalu diberikan kepada individu tetapi bisa dikelola dalam bentuk kelompok atau wilayah.
Dia mengatakan instalasi delapan tunnel berukuran total 4 x 26 meter yang terdapat di tempat tersebut, mampu menghasilkan 50 kg garam per tunnel.
Sementara itu, menurut pengakuan I Wayan Rena (67), Ketua Kelompok Petani Garam Sarining Segara, produksi garam melalui sistem tunnel lebih efisien dari segi tenaga dan waktu dibandingkan dengan produksi garam secara tradisional.
“Tunnel kelebihannya tidak berat memikul dan tidak tergantung cuaca. Panen pun bisa dilakukan di malam hari,” kata Rena.
Dia mengatakan per Agustus 2022, garam Kusamba dengan sistem tunnel tersebut telah dipanen dua kali dan menariknya, limbahnya sendiri terjual sampai 40 jerigen berisi masing-masing 35 liter dengan harga Rp90.000 per jerigen. Garamnya terjual sebanyak 130 kg, sementara garam kotor untuk pakan ternak terjual Rp1.500 per kg.
Rena menambahkan, sistem tunnel menjadi solusi dari makin sempitnya lahan produksi karena abrasi. Dia juga berharap sistem yang mempermudah produksi garam ini mampu menarik minat anak muda untuk terjun bertani garam melestarikan garam Kusamba.
Baca juga: Gubernur Koster keluarkan SE pemanfaatan produk garam tradisional
Baca juga: Gubernur Koster keluarkan SE pemanfaatan produk garam tradisional
Bantuan yang diserahkan dalam pembuatan lahan garam tunnel di Kusamba antara lain 8 unit lahan tunnel garam, 8 set geomembrane HDPE 0.3 mm, 3 rol bahan geomembrane 0.3 mm, 8 set plastik UV 200 micron, 4 set bahan plastik UV 200 micron, 2 unit genset bensin, 2 unit pompa air laut, 1 unit pompa air tawar, 4 buah lampu jalan, 50 m selang air, 60 m pipa PVC, 150 m persegi paving, 1 set pagar pembatas, 1 set paranet, 1 set gedek bambu, 4 buah palu, 2 buah gergaji, 4 buah tang, 2 buah rol kabel, 2 buah jeriken, 1 buah corong, 2 buah cangkul, 2 buah cetok, 1 set gapura, dan 10 unit BE meter.
Selain itu, diberikan juga satu set panel surya, satu set mesin pengering, timbangan digital dan satu unit alat perekat untuk pengemasan.
Permintaan garam Kusamba tidak hanya datang dari wilayah Bali, tetapi wilayah lain seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung juga tercatat sebagai wilayah yang sering meminta pasokan garam khas pulau Dewata tersebut. Baru-baru ini, terdapat permintaan dari Yogyakarta dalam jumlah besar.
“Kemarin dari Yogyakarta minta 10 ton. Saya kaget. Saya bilang kalau 10 ton satu bulan saya belum berani. Ini industri rumah tangga. Kalau dua ton per bulan kami usahakan,” kata Rena.
Tidak hanya garam konsumsi, permintaan garam juga datang dari Karangasem dalam bentuk garam mandi. Khusus yang satu ini, Rena mengaku masih mencari cara untuk mengembangkan produk tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan mendorong produk Kusamba agar mampu memenuhi kebutuhan pasar. Bantuan Kementerian Sosial tidak hanya berupa pelatihan dan pemberian modal, tetapi sekaligus pemasaran produk.
Perbaikan kualitas, peningkatan produksi dan pengemasan akan terus dikembangkan agar garam tunnel menjadi komoditas unggulan.
“Tidak menutup kemungkinan ini bisa dicontoh petani garam di daerah-daerah lain. Kalau ini berhasil kita bisa kembangkan ke tempat-tempat lain,” kata Edi.