Oleh Debby Hariyanti Mano
"Saatnya ibu di Indonesia harus berbenah. Berbenah merancang masa depan terbaik putra-putrinya, mulai dari dalam kandungan hingga tua atau Tuhan memanggil," kata Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi di Gorontalo.
Menurut pengalamannya sebagai dokter spesialis anak, banyak orang tua di Indonesia mengabaikan Air Susu Ibu (ASI) dan dengan senang hati menggantinya dengan air susu sapi atau bahkan tidak keduanya.
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan hingga tahun 2011 satu juta anak Indonesia masih menderita gizi buruk. Ini wajar, salah satunya karena kesadaran orang tua untuk menyusui masih rendah.
ASI selalu didengungkan sebagai nutrisi alami terbaik dalam pertumbuhan bayi dan membangun benteng pertahanan tubuh, karena memang demikian adanya.
Tapi fakta berkata lain karena banyak bayi yang belum beruntung mendapatkan ASI yang jelas-jelas merupakan haknya.
Kenapa bisa? Alasannya beragam mulai dari produksi ASI kurang, ibu sibuk bekerja, takut bayi kurang gizi dan apalagi kalau bukan karena rayuan gombal susu formula.
Menkes mencontohkan di Gorontalo cakupan bayi yang mendapatkan ASI esklusif pada tahun 2011 hanya 23,2 persen, sementara Angka Kematian Bayi (AKB) terus bertambah dari 179 orang di tahun 2007 menjadi 269 orang pada tahun 2011.
Belum lagi Angka Kematian Balita (AKBA) juga menunjukkan kenaikan luar biasa dari 128 orang tahun 2007, menjadi 326 orang tahun 2011.
Seharusnya ini tak perlu terjadi. Ibu yang hidup di hutan pun sebenarnya bisa memberikan gizi terbaik melalui ASI, sehingga tidak perlu sibuk mengobok-ngobok pasar swalayan untuk mencari susu formula.
Selain ASI, imunisasi juga merupakan pembentukan benteng pertahanan kedua sehingga wajib diberikan sesuai jadwal, untuk mencegah penyakit meresahkan diantaranya campak, hepatitis, dan polio.
"Tidak memberikan ASI dan imunisasi merupakan kombinasi yang tepat dan cepat untuk membunuh bayi," katanya.
Gaya Hidup
Salah satu kegagalan pemberian ASI ekslusif yakni perubahan tren atau gaya hidup di kalangan ibu-ibu yang memiliki bayi. Ini diakui oleh Nova Yanti (27), ibu dari seorang bayi berusia satu tahun.
Mulanya ia mempercayakan tumbuh kembang bayinya pada ASI, namun hanya tiga bulan berselang ia pun akhirnya takluk pada susu formula atau sufor.
Ia harus kembali bekerja setelah cuti, sehingga mulai mencari informasi mengenai merk susu yang dinilainya mengandung gizi lebih tinggi dari yang lain.
"Pilihan saya jatuh pada merek susu formula A karena saya amati rata-rata anak teman saya yang minum susu ini gemuk-gemuk. Lagipula harganya kan mahal, jadi pasti lebih bagus," ujarnya.
Selain dinilai berkualitas, Nova memilih merk tersebut agar tidak dipandang remeh teman-temannya jika memberi susu formula buatan dalam negeri dan harganya bersahabat dengan dompet.
"Saya suka ditakut-takuti. Kalau bayinya minum susu murah, nanti anak tidak cepat tumbuh besar dan kecerdasannya tidak optimal," imbuhnya.
Hingga suatu hari, bayinya didiagnosa mengalami alergi susu sapi dan menggantinya dengan soya atau susu kedelai.
Hal itu pun tak kunjung mengatasi persoalan dan dokter anak akhirnya memintanya untuk kembali memberi ASI. "Saya sungguh menyesal," ungkapnya.
Lengkap dan Ibadah
Mari bicara soal kandungan ASI dan silahkan membandingkannya dengan susu formula merek apapun.
Susu sapi bukannya tak bergizi, hanya saja kandungan gizi dalam ASI lebih tinggi dan tak ada yang bisa menyamai.
"Anda sungguh berdosa bila mengabaikan ASI lho, karena Tuhan sudah menganugerahkan bayi lengkap satu paket dengan ASI sejak dia lahir," tambah Menkes.
Keunggulan dan manfaat menyusui sangat luas meliputi aspek gizi, imunologik, psikologi, akecerdasan, neurologis, ekonomis dan penundaan kehamilan.
Kolostrum yang diproduksi pada minggu pertama setelah bayi lahir mengandung zat kekebalan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
Belum lagi segudang kandungan lainnya seperti kalsium, protein, taurin, AA dan DHA, sejumlah enzyme hingga sel darah putih.
Selain itu ASI mudah dicerna sehingga tidak menimbulkan alergi pada bayi, memperkuat ikatan kasih sayang ibu-bayi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact).
Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.
Menyusui secara eksklusif juga dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur enam bulan dan tak perlu membeli susu bahkan hingga dua tahun.
ASI itu selalu ada, tidak dibeli, tak perlu diseduh, tidak mungkin basi, selalu steril, dan pastinya setiap bayi menyukainya. Lantas, mengapa harus meragukan ASI? (*/T007)
Sumpah..., ASI Itu Hebat
Rabu, 7 November 2012 19:37 WIB