Denpasar (ANTARA) -
Kepala Kanwil DJP Bali Anggrah Warsono di Denpasar, Jumat, mengatakan KNS yang merupakan seorang notaris yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
"KNS dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi untuk tahun pajak Januari 2013, 2014, 2015, dan 2016," ucap Anggrah dalam keterangan tertulisnya itu.
Penyerahan tersangka KNS beserta barang bukti kasus tindak pidana perpajakan kepada Kejari Singaraja telah dilakukan pada Kamis (3/11) karena berkas perkara telah dinyatakan lengkap.
Anggrah menambahkan, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka KNS tersebut telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Baca juga: DJP Bali serahkan tersangka diduga rugikan negara Rp832 juta ke Kejati
Hal ini sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp728 juta.
"Kami telah melakukan penyitaan aset milik tersangka KNS berupa satu bidang tanah yang terletak di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali seluas 1.000 meter persegi beserta sertifikat hak milik atas tanah tersebut," ujar Anggrah.
Penyitaan ini dilakukan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara yang timbul sebagai akibat tindak pidana perpajakan yang dilakukan KNS.
Penyitaan dilakukan oleh Tim Penyidik PNS Kanwil DJP Bali dengan didampingi Tim Korwas PPNS Polda Bali pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2022 berdasarkan Surat Izin Penetapan dari Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 124/Pen.Pid/2022/PN Sgr tanggal 28 Juni 2022.
Atas perbuatannya tersebut, KNS terancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang.
Baca juga: DJP: Realisasi penerimaan pajak di Bali capai 94,4 persen
Namun demikian, untuk kepentingan penerimaan negara sesuai Pasal 44B (1) UU KUP, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud di atas hanya dilakukan setelah KNS melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar.
"Atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar tiga kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar," katanya.
Anggrah menambahkan, dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, Kanwil DJP Bali selalu mengedepankan asas ultimum remedium.
Sebelumnya, Kanwil DJP Bali melalui KPP Pratama Singaraja telah menyampaikan imbauan pada KNS terkait pelaporan kewajiban perpajakannya.
Selama proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan), KNS juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP jo UU HPP.
Namun sampai dengan dilakukan proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti (P-22), KNS diketahui tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Anggrah mengharapkan dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar (deterrent effect) terhadap wajib pajak lainnya agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.
DJP Bali serahkan notaris KNS diduga rugikan negara Rp728 juta ke Kejari Singaraja
Sabtu, 5 November 2022 13:09 WIB