Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali mencatat peningkatan harga cabai rawit dan telur ayam ras menjadi pendorong inflasi di wilayahnya pada Desember 2021.
"Inflasi di Provinsi Bali pada Desember 2021 tercatat 0,88 persen (mtm), meningkat dibanding bulan sebelumnya yang 0,63 persen (mtm)," kata Kepala KPwBI Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Bali, Selasa.
Secara spasial, inflasi terjadi di Kota Denpasar dan Kota Singaraja dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 0,75 persen (mtm) dan 1,70 persen (mtm).
"Peningkatan tekanan harga terjadi pada seluruh kelompok, dengan tekanan tertinggi pada kelompok volatile food, yang diikuti oleh kelompok administered price dan core inflation," ujarnya.
Dengan demikian, pada 2021, Bali mencatatkan inflasi sebesar 2,07 persen (yoy) atau berada dalam sasaran inflasi nasional 3±1 persen.
Baca juga: Bank Indonesia Bali dorong pemkab contoh Pajak Digital Pemkot Denpasar
Khusus untuk kelompok barang volatile food pada Desember 2021 mengalami inflasi sebesar 3,75 persen mtm. Peningkatan harga terutama terjadi pada komoditas cabai rawit, minyak goreng, dan telur ayam ras.
"Peningkatan tekanan harga cabai rawit disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengganggu tingkat produksi," ujar Trisno.
Sedangkan, peningkatan harga komoditas minyak goreng seiring dengan tren kenaikan harga minyak sawit dunia.
Sementara itu, meningkatnya harga telur ayam ras tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam menjaga kestabilan harga daging ayam ras yang sebelumnya tercatat rendah, melalui kebijakan pembatasan telur tetas dan afkir dini.
Kelompok barang administered price mencatat inflasi sebesar 0,48 persen (mtm). Peningkatan tekanan harga terutama terjadi pada harga angkutan udara.
Baca juga: BI Bali siapkan inovasi dorong masyarakat gunakan QRIS
Hal ini seiring meningkatnya aktivitas penerbangan ke Bali sebagai dampak dari penurunan level PPKM sejak Oktober 2021 dan libur sekolah dalam rangka perayaan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.
Kelompok barang core inflation juga mengalami inflasi sebesar 0,33 persen (mtm), terutama disebabkan oleh naiknya harga canang sari.
Peningkatan harga canang sari seiring dengan meningkatnya frekuensi upacara keagamaan pada Desember sebagai bulan baik bagi umat Hindu.
"Ke depan, inflasi tahun 2022 diperkirakan akan lebih tinggi dibanding inflasi tahun 2021, namun masih dalam kisaran sasaran inflasi 3±1 persen," kata Trisno.
Trisno menambahkan, ada sejumlah hal yang perlu terus didorong selama 2022 yakni kerja sama antardaerah (KAD), penggunaan teknologi pertanian, perbaikan kualitas data produksi dan stok, serta pemasaran secara digital (e-commerce).