Oleh Fitri Supratiwi
London (Antara Bali) - Nafas tersengal Triyaningsing untuk secepatnya melintasi garis finish pada Olimpide London 2012, juga sekaligus menjadi denyut nadi terakhir perjuangan kontingen Merah-Putih dalam pesta akbar olahraga antarbangsa itu.
Pada pesta akbar olahraga antarbangsa sejak 27 Juli 2012 itu, pelari meraton tersebut berhasil membukukan kecepatan dengan catatan dua jam, 41 menit 15 detik.
Hasil tersebut menjadi raihan terakhir dari kontingen Indonesia yang diperkuat 22 atlet dari delapan cabang olahraga.
Perjuangan selama 10 hari tersebut membuahkan dua medali, satu perak dan satu perunggu yang diperolah Triyatno (perak) dan Eko Yuli Irawan (perunggu) dari cabang angkat besi.
Hasil tersebut menurun dari prestasi empat tahun lalu di Olimpiade Beijing ketika Indonesia berhasil meraih lima medali serta mempertahankan tradisi medali emas, dengan total satu emas, satu perak dan tiga perunggu.
Satu emas (Markis Kido-Hendra Setiawan), satu perak (Nova Widianto-Liliyana Natsir) dan satu perunggu (Maria Kristin) semuanya dari cabang bulu tangkis.
Dua perunggu lainnya disumbangkan oleh Triyatno dan Eko Yuli Irawan dari cabang angkat besi.
"Kita kehilangan tiga medali dari sebelumnya," kata Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo.
"Kami mohon maaf kepada masyarakat Indonesia karena hasil di Olimpiade 2012 di London sangat mengecewakan," kata Rita tidak lama setelah cabang bulu tangkis gagal mempertahankan tradisi emas.
Rita berjanji akan segera mengevaluasi dan selanjutnya Indonesia tidak bisa hanya bertumpu pada dua cabang saja, bulu tangkis dan angkat besi.
Angkat besi
Dari hasil yang diperoleh seluruh atlet Indonesia relatif hanya angkat besi dan panahan yang mengalami peningkatan cukup signifikan ketimbang Olimpiade sebelumnya.
Triyatno yang di Beijing meraih perunggu, meningkat menjadi perak di London, begitu juga Ika Yuliana Rochmawati yang di Beijing langsung tersingkir, di London ia mencapai babak 16 besar.
Selebihnya, cabang-cabang yang tersisa gagal mencapai prestasi yang ditargetkan.
Bulu tangkis adalah cabang yang paling menurun jika tidak bisa dibilang "terjun bebas".
Dari tiga medali (masing-masing satu emas, perak dan perunggu) yang diraih di Beijing empat tahun lalu, di London bulu tangkis tidak memperoleh satu medali pun.
Kegagalan tersebut tidak hanya menyudahi tradisi emas di Olimpiade yang terpelihara sejak 20 tahun lalu, juga menunjukkan kegagalan fatal cabang tersebut yang sejak dipertandingkan pertama kali di Olimpiade Barcelona 1992 selalu mendapat medali.
Cabang renang yang diwakili I Gede Siman Sudartawa gagal mencapai angka di bawah 55 detik yang ditargetkan untuk nomor 100m gaya punggung. Peraih empat medali emas SEA Games itu hanya mencatat waktu 55,99 detik.
Atlet menembak Diaz Kusumawardhani, Diah Permatasari (anggar) dan I Putu Wiradamungga Adesta (judo) juga tidak membuahkan hasil yang baik.
Hasil tembakan Diaz membuahkan 382 point, lebih buruk dari catatan terbaiknya 388 point, Diah begitu pula Putu tersingkir di babak penyisihan.
Adapun dari atletik, meskipun Triyaningsih tidak mencapai target menembus 10 besar, ia mampu memperbaiki catatan waktu yang dihasilkannya pada SEA Games 2011, 2:45:35.
Sementara itu, Fernando Lumain yang turun di nomor 100 m putra, berhasil lolos ke babak pertama setelah membukukan waktu 10,80 detik pada penyisihan.
Namun, ia gagal ke semifinal setelah mencatat waktu lebih buruk 10,90 detik.
Diperbaiki
Chef de Mission kontingen Indonesia Erick Thohir berdasarkan hasil tersebut menilai bahwa ada empat hal yang harus diperbaiki.
Pertama, harus diperjelas fungsi dari pada stakeholder olahraga di Indonesia, seperti KOI, Satlak Mempora, dan PB. "Rumuskan fungsi masing-masing," katanya.
Kedua, pemerintah harus menentukan prioritas cabang untuk ajang multi event. "Misalnya untuk Olimpiade ada cabang seperti bulutangkis, angkat besi,dan panahan. Asian Games 15 cabang," papar dia.
Erick selanjutnya menilai bahwa faktor dana harus dibenahi karena hal itu termasuk krusial dalam upaya mencapai prestasi terbaik.
"Bisa berbeda setiap cabang. Contohnya bulutangkis yang sudah mendapat sponsor, hanya mendapat 75 persen bantuan dari pemerintah. Berbeda dengan angkat besi," katanya mencontohkan masalah terkait pendanaan.
Faktor krusial terakhir, menurutnya adalah agar berbagai fasilitas olahraga segera diperbaiki.(*/T007)