Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan Indonesia akan menjadi negara besar jika Pancasila diterapkan dengan benar dan konsekuan.
Pancasila semestinya menjadi sumber dan rujukan semua kebijakan di Indonesia, karena itu semua kalangan harus menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia, kata LaNyalla saat memberi sambutan dalam Penutupan Kongres X Gerakan Pemuda Marhaenis di The Soekarno Center, Istana Mancawarna, Tampaksiring, Gianyar, Bali, Jumat (5/11) malam.
Pancasila semestinya menjadi sumber dan rujukan semua kebijakan di Indonesia, karena itu semua kalangan harus menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia, kata LaNyalla saat memberi sambutan dalam Penutupan Kongres X Gerakan Pemuda Marhaenis di The Soekarno Center, Istana Mancawarna, Tampaksiring, Gianyar, Bali, Jumat (5/11) malam.
“Pancasila adalah way of life yang paling tepat dan sesuai dengan DNA asli bangsa Indonesia. Di berbagai kesempatan sering saya katakan, jika Pancasila kita terapkan dengan benar dan konsekuen, maka negara ini akan menjadi negara yang besar,” katanya dalam siaran pers yang diterima di Gianyar, Sabtu.
Senator asal Jawa Timur ini menambahkan, jika warga bangsa ini melaksanakan sila pertama dengan konsekuen, akan lahir kualitas manusia yang berketuhanan. Sehingga pribadi-pribadi tersebut tidak mungkin melanggar larangan Tuhan.
“Misalnya saya sebagai muslim, maka jika saya taat beribadah, saya mendirikan sholat dengan benar, pasti saya akan menjauhi atau terhindar dari perbuatan keji dan buruk. Tentu saya sudah seharusnya tidak korupsi dan sejenisnya,” katanya.
Baca juga: Raja IX Denpasar minta RUU Masyarakat Hukum Adat segera disahkan
Dilanjutkan LaNyalla, dengan kepribadian yang baik, taat agama, Indonesia akan memiliki manusia-manusia yang beradab, mempunyai pemahaman yang jernih dan akal sehat.
Inilah yang kemudian merujuk kepada sila kedua Pancasila, karena dengan pikiran jernih, manusia akan menjadi adil sejak dalam pikirannya. Sehingga adil pula terhadap kemanusiaan.
“Kemudian jika Indonesia berisi mayoritas manusia yang taat beragama, adil dalam pikiran dan perbuatan serta beradab, maka Persatuan Indonesia dengan mudah terjadi tanpa paksaan atau tekanan apapun. Inilah sila ketiga dari Pancasila,” paparnya.
Manusia-manusia baik yang bersatu tersebut lantas bermusyawarah untuk memilih para hikmat. Untuk memilih tokoh-tokoh terbaik bangsa yang bijaksana, untuk kemudian menjadi wakil mereka dalam menjalankan tugas kenegaraan di parlemen dan pemerintahan.
Manusia-manusia baik yang bersatu tersebut lantas bermusyawarah untuk memilih para hikmat. Untuk memilih tokoh-tokoh terbaik bangsa yang bijaksana, untuk kemudian menjadi wakil mereka dalam menjalankan tugas kenegaraan di parlemen dan pemerintahan.
"Itulah sila keempat dari Pancasila. Pada akhirnya, karena wakil-wakil rakyat dan mereka yang diberi amanat untuk menjalankan pemerintahan berasal dari tokoh-tokoh hikmat dan bijaksana, tujuan hakiki dari lahirnya bangsa ini, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan sila terakhir dari Pancasila, niscaya akan terwujud,” paparnya.
Baca juga: DPD: Raja dan Sultan Nusantara perlu dilibatkan dalam tata negara dan arah bangsa
Namun, sambung LaNyalla, nilai-nilai dari Pancasila semakin ditinggalkan. Bahkan, sudah tidak nyambung lagi dengan pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar, yang telah mengalami 4 kali perubahan di tahun 1999 hingga 2002 lalu.
“Kebhinnekaan hanya diwujudkan dengan keberagaman yang semu, melalui acara-acara seremonial. Kemudian kita yang menyebut Negara Kesatuan, ternyata penuh dengan ketimpangan antarwilayah. Ini fakta yang tidak bisa dibantah. Termasuk sistem ekonomi yakni Ekonomi Pancasila dengan Azas Kekeluargaan dan Gotong Royong melalui Soko Guru Koperasi, telah berubah menjadi ekonomi Liberal Kapitalis,” lanjutnya.
Kini, Pancasila ibarat raga tanpa jiwa. Karena hanya dibacakan saja di upacara dan peringatan hari kelahiran Pancasila, tanpa dibumikan. Apalagi, jika mencermati isi Amendemen Konstitusi 1 sampai 4, sudah banyak pasal diubah yang nyaris tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila sebagai nilai luhur bangsa.
“Inilah situasi yang disebut oleh sebagian kalangan, bahwa mahasiswa yang menjadi penggerak Reformasi 1998, tidak menyadari, bahwa perubahan konstitusi empat tahap telah kebablasan dan sarat dengan muatan kepentingan para penumpang gelap. Inilah yang menyebabkan tujuan lahirnya negara ini untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semakin jauh dari harapan,” tegasnya.
Melihat fakta itu, LaNyalla menambahkan, DPD RI memperjuangkan adanya Amendemen perubahan ke-5. Agar arah perjalanan bangsa bisa dikoreksi. Sehingga Indonesia menjadi lebih baik dari sistem tata negara maupun sistem ekonominya.
“DPD RI akan sekuat tenaga memperjuangkan hal itu. Supaya Indonesia lebih berdaulat dan berdikari serta mampu mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh takyat Indonesia, seperti cita-cita Bung Karno dan para pendiri bangsa,” tuturnya.
Baca juga: Ketua DPD RI kunjungi Museum Agung Pancasila di Denpasar
Dalam kunjungan kerja ke Bali, LaNyalla didampingi sejumlah senator di antaranya I Gusti Arya Wedakarna, Bambang Santoso dan Anak Agung Gde Agung (Bali), Bustami Zainuddin dan Ahmad Bastian (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Andi Muh Ihsan (Sulsel), Erlinawati (Kalbar), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Andi Nirwana (Sultra), Ahmad Kanedi (Bengkulu), Muhammad Rakhman (Kalteng), Angelius Wake Kako dan Asyera Wundalero (NTT), Stefi Pasimanjeku (Malut), Habib Ali Alwi dan M TB Ali Ridho (Banten).
Turut mendampingi Sekjend DPD RI Rahman Hadi, staf khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin, Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir, dan Kepala Bagian Protokol DPD RI Zulfikar.