Oleh Ni Luh Rhismawati
Singaraja (Antara Bali) - Siapa yang menyangka, Pemuteran sebagai salah satu teluk di kawasan utara Pulau Bali akan dilirik dan dicontoh dunia.
Secara umum Pulau Dewata terkenal dengan keindahan alamnya, namun Teluk Pemuteran, di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, pada lebih dari dua dasawarsa sempat mengalami kerusakan terumbu karang dan biota laut yang parah.
Akibatnya, hasil tangkapan nelayan di sana pun menjadi sangat berkurang karena kemiskinan penduduk sekitar membuat mereka lebih destruktif dalam memanfaatkan potensi laut Teluk Pemuteran.
Berkat sentuhan I Gusti Agung Prana (64), Ketua Yayasan Karang Lestari, masyarakat Teluk Pemuteran bisa kembali tersenyum dan berbangga hati.
Betapa tidak, kerusakan dahsyat yang terjadi di kawasan laut itu pada tahun 1990-an, kini telah berubah dan lahir menjadi Taman Terumbu Karang yang sangat mengagumkan.
Selain menjadi destinasi pilihan para wisatawan dengan keunggulan potensi lingkungan yang indah, lestari, dan menampilkan berbagai kearifan lokal, juga menjadi contoh pariwisata berkelanjutan di dunia.
Menjadi contoh dunia karena Yayasan Karang Lestari meraih dua penghargaan dari badan PBB yang bergerak di bidang pembangunan (United Nations Development Programme/UNDP). Yayasan ini dinilai berhasil melakukan upaya pelestarian terumbu karang.
Ketua sekaligus pendiri Yayasan Karang Lestari I Gusti Agung Prana mengatakan, lembaga yang didirikannya sejak 1990 itu meraih penghargaan The Equator Prize dan UNDP Special Award yang diserahkan di Rio de Janeiro, Brasil pada 20 Juni 2012.
UNDP memberikan penghargaan The Equator Prize terkait dengan program pelestarian terumbu karang berbasis masyarakat yang telah dijalankan oleh Yayasan Karang Lestari, sedangkan UNDP Special Award merupakan penghargaan khusus untuk zona pengelolaan laut dan terumbu karang.
"Mereka yang datang memantau kebanyakan datang diam-diam dan tanpa sepengetahuan kami, sekaligus memantau lapangan secara langsung. Ini mencerminkan kemurnian dari penilaian itu sekaligus kemurnian proyek partisipasi masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan, untuk The Equator Prize, ada 10 penerima penghargaan. Mereka disaring dari 812 nominasi yang berasal dari 113 negara. Pemuteran sendiri menjadi salah satu dari 10 penerima penghargaan pada kategori Ocean (pemberdayaan masyarakat di bidang kelautan).
"Apa yang kami dapatkan ini melalui proses panjang dan tidak mudah. Tidak hanya dihadapkan dengan kondisi teluk yang rusak parah, tetapi upaya memberikan pendidikan kesadaran lingkungan pada masyarakat dan solusi memecahkan persoalan kemiskinan," kata Agung Prana.
Partisipasi Masyarakat
Upaya membenahi Teluk Pemuteran dimulai Agung Prana pada 1991 dengan merehabilitasi terumbu karang dan mengembangkan menjadi kawasan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat lokal.
Pada tahun yang sama, ia mengajak aparat perangkat desa untuk menambahkan aturan pelestarian laut ke dalam awig-awig (hukum adat tertulis desa setempat). Sanksinya, jika terjadi pelanggaran, bahkan penduduk sampai dikeluarkan dari desa.
"Selain untuk memayungi program ini, sekaligus dapat memberikan efek jera pada masyarakat," katanya.
Berbagai kesepakatan pengelolaan laut selanjutnya dimantapkan pula dengan upacara ritual. Di Pemuteran, para pecalang (petugas pengamanan adat) dibentuk sebagai penjaga pesisir yang selalu siap setiap saat.
Pada 1992, terumbu karang sudah mulai tumbuh kembali dengan keanekaragamannya, kelompok ikan kecil dan besar pun sudah bermigrasi ke dalam area rehabilitasi terumbu karang sebagai natural habitatnya.
"Program yang kami rintis rupanya mendapat sambutan positif dari peserta konferensi internasional mengenai kelautan di Nusa Dua pada tahun 2000. Mereka sampai mengunjungi Teluk Pemuteran dan sangat terkesan dengan partisipasi masyarakat lokal yang sangat proaktif berpartisipasi merehabilitasi potensi lingkungan dan membangun kawasan wisata alternatif," ujarnya.
Di antara para ilmuwan tersebut, Dr Tom Goreau dan Prof Wolf Hilbertz memutuskan untuk menyumbangkan dan mengaplikasikan temuan teknologi Biorock yang dimilikinya.
"Dengan penggunaan teknologi ini akhirnya mampu merangsang pertumbuhan terumbu karang dua sampai enam kali lebih cepat dari normal," ujarnya.
Hingga sekarang sekitar 66 struktur biorock telah terpasang, dengan teknologi biorock berdampak mampu mengembalikan keseimbangan biota laut di Pemuteran termasuk menambah jumlah ikan dan memperkaya keragaman laut.
Di Pemuteran, selain telah berdiri berbagai fasilitas akomodasi wisata juga dibangun pos pengawasan dilengkapi dengan sarana komunikasi dan boat pengawasan.
Hotel dan akomodasi wisata yang berdiri di Pemuteran, kata Agung Prana, telah bersinergi menampung hasil tangkapan nelayan dengan tingkat konsumsi yang cukup tinggi.
"Intinya dengan berbagai hal yang telah dilakukan, saya ingin mengajak masyarakat memperoleh manfaat yang diberikan pariwisata dengan cara-cara yang edukatif dan tetap memperhatikan lingkungannya," katanya.
Agung Prana menyadari keberhasilan ini tidak lepas dari kerja sama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan, baik itu pemerintah, para ilmuwan, dan masyarakat setempat. Dengan momentum penghargaan ini, diharapkan dapat lebih memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa menjaga kelestarian lingkungan,
Sementara itu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng Nyoman Sutrisna, mengatakan dengan diberikannya penghargaan dari UNDP, diharapkan Pemuteran dan Buleleng pada umumnya dapat lebih dikenal di mancanegara.
"Mudah-mudahan terumbu karang dan keindahannya bisa terus terjaga kelestariannya. Demikian juga dengan program pemberdayaan masyarakat pesisir," ujar Sutrisna.
Berbagai Penghargaan
Kepala Perwakilan Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP) di Indonesia, El-Mostafa Benlamih belum lama ini telah langsung meninjau kawasan Teluk Pemuteran.
Ia mengagumi terumbu karang hasil pelestarian masyarakat Desa Pemuteran dan menilai terumbu karang di desa itu sangat beragam.
Wajar, katanya, Ketua Yayasan Karang Lestari Gusti Agung Prana mendapatkan penghargaan bertaraf internasional.
Kegigihannya dalam melestarikan terumbu karang di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, itulah yang membuat Agung Prana meraih dua penghargaan dari UNDP.
"Kerja keras Yayasan Karang Lestari selama 22 tahun merehabilitasi terumbu karang ini menjadi contoh yang baik bagi dunia dalam melestarikan lingkungan," kata Mostafa.
Ia salut atas partisipasi masyarakat yang membantu dalam melindungi lingkungan sehingga nelayan tidak menggunakan bahan peledak saat mencari ikan.
Selain meraih penghargaan dari UNDP, Agung Prana dengan Yayasan Karang Lestarinya telah berhasil membawa Teluk Pemuteran meraih berbagai penghargaan diantaranya Konas Award dari Kementerian Perikanan Kelautan (pada 2002), Asianta Award dan Kalpataru dari Presiden RI (2005), Tobo dan Kepeloporan Award dari Pemprov Bali (2007) serta Pata Gold Award atau penghargaan prestisius tingkat dunia (2008).(LHS/T007)
Kegigihan Agung Prana Berbuah Penghargaan Dunia
Minggu, 22 Juli 2012 16:03 WIB