"Yang dilakukan BKSDA Bali, melakukan evaluasi terhadap satwa liarnya dulu. Owa siamang itu bukan asli Bali tapi dari Sumatera, kalau sudah dievaluasi dan dinyatakan sehat, lalu translokasi ke sekolah owa, ada di Sumatera untuk belajar jadi liar dan siap hidup di habitatnya," kata Agus saat ditemui di Kantor BKSDA Bali, Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan saat ini sedang dalam pemeriksaan oleh dokter hewan, dan sekitar satu dua hari ke depan sudah ada pendapat dari dokter hewan, lalu menerbitkan health quarantine atau karantina kesehatan.
Selain itu, feses dan analisa darah hewan itu akan besok pagi akan kami ambil. "Kalau semuanya lancar tiga hari ke depan kita ke bandara akan translokasikan satwa ini ke sekolah pelepasliaran di Sumatera," ucapnya.
Baca juga: BKSDA Bali telusuri Owa Siamang peliharaan Bupati Badung
Baca juga: BKSDA Bali telusuri Owa Siamang peliharaan Bupati Badung
Untuk waktu sekolah pelepasliaran itu, kata Agus tergantung dari individunya kalau masih menampakkan sifat-sifat keliaran bisa selesai enam bulan sampai 1,5 tahun. Sementara kalau orang utan 2 sampai 3 tahun.
Sekolah pelepasliaran ini bertujuan mendidik satwa tersebut untuk hidup di alam sesuai habitatnya.
Saat diterima kondisi fisik dari owa siamang ini dalam kondisi baik, artinya anggota tubuh dan organ tubuhnya masih lengkap.
"Pesan saya terhadap warga Bali itu bahwa menyayangi binatang tidak harus memiliki, maksudnya baik tapi harus disesuaikan dengan peraturan perundangan yang ada," katanya.
Baca juga: BKSDA Bali lepasliarkan penyu hijau hasil sitaan
Menurutnya, di Bali relatif kemampuan untuk memelihara binatang itu tinggi karena memelihara binatang itu ongkosnya besar. Untuk itu diarahkan agar energi memeliharanya pada tempat yang tepat.
Ia menambahkan bahwa setiap pengangkutan (lintas Propinsi) tumbuhan dan atau satwa liar, baik dilindungi atau tidak, dalam keadaan hidup atau mati, utuh atau sebagian, wajib dilengkapi dengan Surat Angkutan Tumbuhan dan Satwa (SATS) Dalam Negeri atau Luar Negeri (SATS-DN atau SATS-LN).
"Jika tujuan akhirnya adalah Propinsi Bali, maka Pejabat yang Berwenang untuk Mematikan SATS adalah BKSDA Bali. Sehingga jika Satwa Liar Dilindungi tersebut masuk ke Bali dengan cara legal, pasti dilengkapi dengan SATS, dan jika ada SATS, pasti BKSDA Bali akan mengetahuinya," katanya.