Denpasar (ANTARA) - Suasana hening terasa saat perwakilan awak media dari Bali menginjakkan kaki di lantai 16 Wisma Mulia 2, Jakarta, di tengah hiruk pikuk kesibukan kota metropolitan ini.
Dengan difasilitasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali, para awak media itu kemudian dipandu petugas menuju salah satu ruangan khusus di sudut gedung pencakar langit yang berdiri di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Di ruangan khusus itulah puluhan petugas menerima layanan konsumen jasa keuangan melalui Kontak 157, sebuah layanan yang hadir sebagai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Para petugas layanan pengaduan itu mendengar, mencatat, hingga menganalisis data aduan konsumen jasa keuangan di depan layar komputer mereka.
Mimik serius dari para staf menjadi pemandangan yang tergambar jelas, begitu memasuki ruangan yang tidak diperkenankan ada layar kamera hidup dari awak media.
Di sanalah “dapur” regulator sektor jasa keuangan itu meramu laporan dari konsumen menyangkut layanan jasa keuangan di Tanah Air.
Setiap laporan kemudian dihimpun mencakup data dan kronologi kemudian ditindaklanjuti kepada pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
Adapun layanan tersebut sekaligus sebagai bahan dari regulator untuk melakukan pengawasan pada industri jasa keuangan.
Baca juga: OJK pulihkan data SLIK setelah bank hapus tagih utang umkm
Total ada sekitar 100 operator atau petugas layanan konsumen jasa keuangan di ruangan Kontak 157 itu, termasuk dua petugas disabilitas sebagai bentuk iklim kerja yang inklusif.
Para petugas itu kemudian dibagi dalam kanal layanan konsumen, yakni melalui telepon langsung 157, pesan berbasis aplikasi atau WhatsApp pada nomor 081157157157, dan surat elektronik melalui konsumen@ojk.go.id.
Ada juga kanal digital melalui media sosial dan melalui cara konvensional yakni surat dan datang langsung.
Selain itu, ada juga aplikasi portal perlindungan konsumen (APPK) yang bisa diakses melalui lawan kontak157.ojk.go.id.
Ragam aduan
Direktur Pelayanan Konsumen, Pemeriksaan Pengaduan dan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK Sabar Wahyono menjelaskan ada tiga layanan konsumen.
Layanan itu yakni pemberian informasi atau pertanyaan konsumen terkait produk atau layanan PUJK, penyampaian laporan/informasi masyarakat kepada OJK, dan pengaduan rasa tidak puas dari konsumen di sektor jasa keuangan.
Rata-rata pengaduan yang disampaikan konsumen paling banyak soal peran penagih utang atau debt collector, utang yang lunas namun masih tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Kemudian terkait teknologi keuangan (fintech) hingga klaim asuransi yang dipersulit.
Konsumen juga mengadu terkait adanya tindakan menakut-nakuti hingga aksi tak menyenangkan yang memasuki ranah pribadi, misalnya, terkait data konsumen dan ikut menyeret keluarga atau tempat kerja konsumen.
Baca juga: IASC selamatkan Rp7,8 miliar dana dari penipuan transaksi keuangan
Dari beberapa kanal layanan yang dibuka, pengaduan melalui pesan berbasis aplikasi WhatsApp menjadi jalur yang paling banyak digunakan konsumen dan ditangani petugas yakni mencapai rata-rata sekitar 1.000 aduan per hari.
Selain itu, ada juga aduan via telepon yang rata-rata mencapai sekitar 30--40 aduan per hari.
Tindak lanjut aduan
Regulator industri jasa keuangan itu mencatat selama 2022, OJK menerima 315 ribu layanan, termasuk 14.764 pengaduan, 92 pengaduan indikasi pelanggaran, dan 3.018 sengketa yang masuk ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) Sektor Jasa Keuangan.
Dari jumlah tersebut, 7.419 merupakan pengaduan sektor perbankan, 7.252 pengaduan sektor industri keuangan non bank (IKNB), dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal.
Regulator itu telah menindaklanjuti pengaduan tersebut dan tercatat sebanyak 13.332 atau 90 persen dari pengaduan itu dapat diselesaikan.
Adapun pada Januari hingga 31 Desember 2023, pihaknya menerima 319 ribu permintaan layanan konsumen, termasuk 23.064 pengaduan, 115 pengaduan berindikasi pelanggaran, dan 2.326 sengketa yang masuk ke LAPS Sektor Jasa Keuangan.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 10.854 pengaduan berasal dari sektor perbankan dan 5.677 pengaduan berasal dari industri fintech, kemudian ada juga terkait asuransi dan pasar modal dan industri keuangan non bank.
Realisasinya, sebanyak 20.628 pengaduan atau 89,44 persen yang terselesaikan penanganannya melalui proses internal oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dan sebanyak 2.435 pengaduan atau 10,56 persen sedang dalam proses penyelesaian.
Anti-scam
Selain pengaduan, ada juga layanan pelaporan soal penipuan sektor jasa keuangan melalui Indonesia Anti-Scam Center (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan yang baru dibentuk pada 22 November 2024.
Ketua Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Hudiyanto menjelaskan layanan ini tidak masuk Kontak 157 karena sifatnya bukan pengaduan sehingga dipisahkan.
Masyarakat yang mengalami penipuan, misalnya, investasi bodong atau dana terkuras setelah mengklik salah satu tautan, maka dapat melaporkan segera melalui iasc.ojk.go.id dengan memasukkan identitas hingga kronologi penipuan serta data lainnya.
Laporan juga bisa disampaikan melalui surat elektronik (email) melalui alamat iasc@ojk.go.id dan kepada pelaku usaha jasa keuangan.
Satu poin penting yang perlu menjadi penekanan agar terhindar dari penipuan adalah 2L yakni memastikan legalitas termasuk produknya terdaftar serta logis atau hasil yang dijanjikan wajar termasuk risikonya.
Selain literasi yang lemah dan iming-iming bunga tinggi, penipuan masih muncul karena peladen (server) dikendalikan dari luar negeri.
Tak hanya itu, yang patut diwaspadai yakni pemanfaatan influencer atau pemengaruh sebagai alat menarik minat masyarakat.
IASC merupakan inisiatif OJK bersama otoritas/lembaga/kementerian yang tergabung dalam Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Pasti) dan didukung asosiasi industri terkait.
Sebelumnya, Satgas Pasti itu bernama Satgas Waspada Investasi untuk menangani salah satunya terkait investasi ilegal.
Forum koordinasi itu dapat memblokir transaksi penipuan dan menyelamatkan dana dari korban, memasukkan pelaku penipuan dalam daftar hitam hingga penindakan hukum bekerja sama dengan Polri
Dalam kurun waktu sekitar dua minggu setelah terbentuk, IASC menyelamatkan sebanyak Rp7,8 miliar dana korban praktik penipuan transaksi keuangan dari 2.790 laporan dan total kerugian terverifikasi mencapai sebesar Rp29,2 miliar.
Makin cepat kasus itu dilaporkan, kian besar peluang dana diblokir di bank alias dana korban bisa diselamatkan.
Alasannya, jika terlambat melapor, maka dana yang dicuri itu sudah menjalani sejumlah tahapan perpindahan tangan.
Kehadiran layanan Kontak 157 hingga IASC merupakan bentuk perlindungan terhadap konsumen sektor jasa keuangan.
Harapannya, pemberian informasi dan layanan pengaduan dapat mencerahkan atau memberi edukasi sekaligus literasi jasa keuangan kepada masyarakat.
Selain itu, upaya dari lintas sektor terkait penipuan dengan beragam modus dapat ditangani cepat dan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan.
Editor: Achmad Zaenal M