Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Made Mangku Pastika mendorong para petani di Pulau Dewata dapat merebut peluang program pembentukan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) dari Kementerian Pertanian, yang ditargetkan pada 2021 dapat terbentuk sebanyak 1.655 unit.
"Dari target dan anggaran disiapkan untuk 1.655 UPPO tahun ini, baru terealisasi sebanyak 350 unit," kata Pastika dalam penyerapan aspirasi secara virtual bertajuk "Sinergitas Lintas Sektor untuk Penguatan Ekonomi Bali" di Denpasar, Sabtu.
Menurut mantan Gubernur Bali periode 2008-2018 itu, dengan fasilitas UPPO dari pemerintah, para petani dapat memperoleh fasilitas pengolahan pupuk organik secara terpadu dan tentu mendukung semakin berkembangnya pertanian organik.
UPPO sendiri merupakan fasilitas yang dilengkapi dengan rumah kompos, alat pengolah pupuk organik, ternak, kandang komunal, bak fermentasi dan kendaraan roda tiga.
"Kalau kita mau mengekspor produk-produk organik, tentunya pupuk yang digunakan haruslah pupuk organik. Pemerintah menyiapkan program ini, tentunya karena negara ingin agar kita tidak tergantung dengan pupuk kimia," ucapnya.
Selama ini, ujar Pastika, jumlah pupuk organik yang dihasilkan dari unit Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) atau sekarang yang dinamakan Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu), belum mampu memenuhi kebutuhan para petani.
Selain itu, pupuk organik yang dihasilkan unit Simantri ketika dijual di berbagai pedagang tanaman hias, juga selalu laris-manis. Dengan demikian, sesungguhnya pasar pupuk organik ini sangat terbuka.
"UPPO ini akan bisa berjalan dengan baik, jika dibarengi dengan kesungguhan dan keberpihakan pada pertanian, serta jangan hanya di tataran teori. Selain itu, juga harus ada kerja sama dengan pemerintah daerah," kata anggota Komite 2 DPD itu.
Di sisi lain, Pastika mengingatkan bahwa di tengah pandemi COVID-19 ini, harus dilakukan berbagai upaya secara bersinergi dalam menyelamatkan perekonomian Bali yang telah terkontraksi mencapai minus lebih dari sembilan persen, dan pertanian menjadi satu sektor potensial yang bisa digeluti kembali.
"Oleh karena itu, sangat diperlukan kemampuan untuk mengorkestrasi hal-hal yang kita miliki agar bisa tetap survive di tengah kondisi saat ini," ujarnya.
Sementara itu, I Gusti Ngurah Raka dari Tabanan Hub menyebut ada sejumlah permasalahan klasik yang masih dihadapi petani seperti kesulitan akses pasar, harga yang jatuh ataupun tidak kompetitif ketika panen, kemampuan untuk menjaga kualitas produk hingga database produk.
"Di samping itu, kita juga tidak punya korporasi yang mampu melawan kekuatan modal ke Bali yang begitu besarnya. Jika petani dan UMKM 'dilepas', tentu mereka tidak akan bisa bersaing," ucap pria yang juga pendiri Holding Bumdes di Bali itu.
Oleh karena itu, kini melalui wadah Mahesa Agro Wisata, yang baru terbentuk, yang terdiri dari para tokoh intelektual di Provinsi Bali berupaya untuk turut memberikan solusi terhadap sejumlah persoalan yang dihadapi petani, dengan didukung sistem berbasis digital.