Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mendorong Menteri Dalam Negeri segera mengeluarkan pedoman teknis penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang baru terkait implementasi UU Nomor 11 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021.
"UU Cipta Kerja ini membawa perubahan besar bagi daerah, antara lain yang berkait dengan Perda dan Ranperda, dan yang paling signifikan tata ruang," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi secara virtual di Denpasar, Jumat.
Dalam penyerapan aspirasi itu menghadirkan narasumber Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bali Nusakti Yasa Wedha, Kabid Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Ketut Astari, Kabid Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gede Aryani Koriawan, Anggota Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali Made Arga Erawan dan Nengah Pasek dari Bappeda Bali.
Sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, salah satunya yang diatur mengenai pengintegrasian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
Menurut Pastika, jika di daerah belum memiliki Perda RTRWP ataupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang baru menindaklanjuti UU Cipta Kerja dan PP 21 tersebut, maka pemerintah pusat bisa menerobos ke daerah, meskipun perizinan yang diberikan nantinya bisa bertentangan dengan kearifan lokal setempat.
Baca juga: Ketua DPD Masata: "Work From Bali" jangan hanya Zona Hijau
Terlebih anggota Komite 2 DPD itu mengemukakan sudah ada Keputusan Presiden mengenai Tim Percepatan Investasi. "Bisa di-bypass di situ. Ini kan bahaya. Kalau misalnya orang sudah minta izin di BKPM, dipusatkan sudah diizinkan, di daerah tidak diizinkan, itu ada timnya untuk menerobos itu," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Kondisi ini akan mengkhawatirkan bagi Bali yang memiliki aturan pembangunan infrastruktur yang unik terkait budaya, tradisi dan agama. Seperti halnya larangan membangun dengan ketinggian bangunan di atas 15 meter maupun larangan investasi pembangunan hotel di sekitar kawasan suci pura.
"Kalau di daerah lain, mungkin mau buat hotel sebelah gereja ya boleh saja. Demikian juga kalau mau melebarkan jalan, dan di sepanjang jalan banyak melintasi pura maupun merajan, tentu tidak semudah itu di Bali," ucap Pastika yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah DPD itu.
Jajaran DPD yang memang memperjuangkan aspirasi daerah, ujar Pastika, sudah melihat potensi konflik yang tinggi jika nantinya pemerintah pusat tetap memaksakan dan masyarakat harus menerima investasi yang tidak diinginkan tersebut.
Pastika mengapresiasi jajaran Pemerintah Provinsi Bali sudah mempersiapkan substansi perubahan Perda RTRWP dan integrasi dengan RZWP3K menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja dan PP No 21 Tahun 2021 itu.
Baca juga: Ketua DPD apresiasi Pemprov Bali dalam sinergi lembaga keuangan mikro
Namun, persoalannya panduan teknis dari PP tersebut untuk penyusunan Perda RTRWP yang baru belum turun sampai sekarang. "Jika tidak ada panduan ya kacau itu. Padahal dari kontennya, Bali sudah siap," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Provinsi Bali Nusakti Yasa Wedha mengatakan Bali sejauh ini telah memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Perda No 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali 2009-2029.
"Evaluasi Raperda RZWP3K yang sudah diajukan kepada Kemendagri pada 2020, namun belum terbit sampai saat ini karena terdapat substansi yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," ucapnya.
Identifikasi permasalahan lainnya juga karena belum tersedianya pedoman penyusunan RTRWP yang baru, demikian juga potensi masalah dalam pengintegrasian muatan substansi dan perbedaan skala peta RZWP3K yang berskala 1:50.000 dengan petan RTRWP berskala 1:250.000.
"Selanjutnya terkait penghapusan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, namun substansinya diintegrasikan ke dalam RTRW Provinsi Bali, kemudian revisi beberapa pasal dalam Perda No 3 Tahun 2020 menyangkut lokasi bandara baru Bali utara, rencana struktur ruang, dan rencana pola ruang serta sejumlah permasalahan lainnya," ucap Nusakti.
Pendapat senada disampaikan Kabid Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gede Aryani Koriawan yang mengatakan banyak norma, standar, prosedur dan kriteria terkait pengintegrasi RTRWP dan RZWP3K yang belum terbit. "Bagaimana kita mau taat asas, kalau peraturan teknisnya belum ada," ucapnya.