Jakarta (ANTARA) - Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan tiga risiko yang mampu mempengaruhi pemulihan ekonomi global sehingga perlu diperhatikan dalam rangka mencegah potensi penurunan pertumbuhan.
“Kalau kita lihat kita bagi tiga kawasan yaitu Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Ini mengalami tantangan masing-masing,” katanya dalam Media Gathering secara daring di Jakarta, Rabu.
Andry menyebutkan tiga risiko itu meliputi dinamika pemulihan ekonomi AS, peningkatan kasus COVID-19 terutama akibat munculnya varian baru yang menular lebih cepat seperti di India, serta terhambatnya distribusi vaksin yang merata ke seluruh dunia.
Baca juga: PLN, Bank Mandiri, dan BRI bersinergi dorong pemulihan perekonomian melalui "Electrifying Agriculture"
Andry mengatakan dua perekonomian terbesar dunia yaitu AS dan China mencatat pertumbuhan positif pada triwulan I-2021 sedangkan banyak negara di Kawasan Eropa dan Asia masih terkontraksi meski dengan skala yang membaik.
Beberapa negara di Eropa mengalami double-dip recession akibat lockdown yang kembali diterapkan akibat terjadinya gelombang kedua COVID-19.
Ia menuturkan ekonomi AS tumbuh 0,4 persen (yoy) didukung meningkatnya aktivitas seiring dilonggarkannya restriksi dengan semakin meluasnya distribusi vaksin serta tambahan stimulus yang diperkirakan dapat menopang laju pemulihan ke depan.
Di sisi lain, Andry menyatakan pertumbuhan ekonomi AS yang melaju lebih cepat ini mengakibatkan kekhawatiran pada pasar keuangan global karena berpotensi terjadi reflasi atau kenaikan inflasi yang cepat di AS.
Ia mengatakan dinamika ekonomi AS perlu terus dimonitor meski The Fed sudah menekankan perlunya kebijakan moneter yang longgar untuk memastikan pemulihan ekonomi berjalan lancar.
Baca juga: Bank Mandiri Bali-Nusra bagikan 2.700 paket bahan pokok kepada panti asuhan
Menurut Andry, hal itu harus dilakukan karena pemulihan ekonomi lebih cepat dapat memicu penarikan stimulus moneter yang lebih cepat juga atau QE tapering sehingga berdampak negatif pada pasar keuangan global termasuk pasar keuangan domestik.
“The Fed masih menekankan komitmennya untuk menahan suku bunga rendah hingga beberapa tahun ke depan namun dinamika ekonomi AS perlu terus dimonitor,” tegasnya.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China yang meningkat tajam sebesar 18,3 persen (yoy) sejalan pulihnya ekonomi dan terkendalinya penyebaran COVID-19.
“Pulihnya ekonomi China ini mampu mendorong harga-harga komoditas global seperti batubara, CPO, dan minyak yang meningkat,” ujarnya.
Bank Mandiri ungkap tiga risiko pengaruhi pemulihan ekonomi dunia
Rabu, 19 Mei 2021 11:58 WIB