Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mendorong para petani di daerah itu untuk mulai melirik budi daya tanaman porang karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.
"Saya mendapatkan satu 'mutiara' lagi untuk menyejahterakan petani Bali," kata Pastika saat melakukan diskusi untuk penyerapan aspirasi secara virtual di Denpasar, Selasa.
Baca juga: Anggota DPD: Keberpihakan pada petani Bali jangan hanya wacana
Dalam penyerapan aspirasi bertajuk "Menggarap Potensi Umbi-Umbi Nusantara untuk Ciptakan Peluang Kerja dan Tingkat Produktivitas Petani" itu menghadirkan Komang Suardita selaku Ketua Koperasi Nelayan Tani Pendamping Porang se-Bali.
"Saya lihat di televisi orang panen porang dengan ukuran yang luar biasa gede-gedenya. Ini sama dengan menanam emas saja, dalam satu hektare bisa menghasilkan berapa ratus juta rupiah," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Di Bali, tanaman porang, menurutnya sangat cocok jika dikembangkan di sejumlah kawasan di Buleleng seperti di Sawan dan Banyuatis.
Sementara itu, Komang Suardita mengatakan untuk budi daya porang, dalam satu hektarenya paling tidak bisa ditanami 40 ribu pohon.
Baca juga: Anggota DPD soroti bangkrutnya usaha penggilingan padi di Bali
Untuk satu batang pohonnya dalam dua musim dapat menghasilkan umbi hingga dua kilogram. "Untuk satu hektarenya rata-rata dapat menghasilkan Rp700 juta saat panen," ucapnya.
Kelebihan budi daya porang, lanjut dia, saat panen raya harganya akan naik. Ini tentu berbeda jika dibandingkan komoditas lainnya yang harganya sering jatuh saat panen raya.
"Saat panen, pabrik-pabrik pengolahan akan berlomba-lomba mencari porang karena memang saat itu fase yang paling baik untuk diolah," ucapnya.
Saat ini budi daya porang banyak dikembangkan di Kabupaten Buleleng dan Tabanan dengan total luasan lahan mencapai sekitar 2.000 hektare, kemudian porang diserap oleh pabrik pengolahan di Surabaya, Jawa Timur.
Suardita mengingatkan jangan sampai dengan euforia yang berlebihan karena mendapat keuntungan yang banyak dan mengejar target produksi akhirnya menurunkan kualitas porang.
"Seharusnya dengan perlakuan alami, jangan sampai karena mengejar target produksi lantas mengejar cara-cara yang instan, yang akhirnya bisa menyebabkan porang kualitasnya menurun. Kalau menggunakan bahan kimia tentu akan ditolak pasar," katanya.