Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Made Mangku Pastika berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait tidak hanya wacana dalam menunjukkan keberpihakan pada para petani di Bali.
"Kita tidak boleh berhenti pada tataran wacika (wacana), tetapi harus pada tataran kayika (perbuatan). Apalagi, mengembangkan pertanian organik, selain lebih sehat, petani makin sejahtera," kata Pastika dalam diskusi dan serap aspirasi bertajuk "Aspirasi Kita Indonesia tentang Kedaulatan Pangan" secara virtual di Denpasar, Selasa.
Apalagi, ujar dia, di tengah pandemi COVID-19 ini membuat masyarakat Bali kembali melirik sektor pertanian, yang sebelumnya terlalu asyik dengan pariwisata.
Baca juga: Anggota DPD soroti bangkrutnya usaha penggilingan padi di Bali
"Tetapi, untuk berpihak pada pertanian, tentu harus dibarengi political will'," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu menyoroti berbagai impor komoditas pertanian yang selama ini telah dilakukan di negeri ini, seperti impor beras, kedelai, gula, bahkan sempat mengimpor singkong.
"Mengapa dengan lahan pertanian kita yang luas, tanah yang subur, kita tidak bisa swasembada kedelai, gula juga masih mengimpor. Bagaimana mau berdikari secara ekonomi jika kondisinya demikian," ujarnya saat berbincang dengan sejumlah narasumber yang terhubung di Agro Learning Center, Denpasar itu.
Menurut Pastika, dengan ketahanan pangan, maka kita bisa mencapai kedaulatan pangan. Jika pangan bermasalah, juga dapat mengancam ketahanan politik karena isu kedaulatan pangan kerap dijadikan senjata politik.
"Pemikiran-pemikiran untuk memperkuat sektor pertanian jika tidak diimplementasikan dalam praktik, akan percuma," katanya.
Menurut Pastika, harus diapresiasi "pahlawan-pahlawan" yang mau terjun ke pertanian secara sukarela untuk ikut menyejahterakan petani dan mereka ini tidak semata-mata mencari keuntungan.
Salah satu narasumber, Agus Budiharja alam diskusi tersebut banyak mengulas upayanya melakukan pendampingan kepada petani kakao di Gempinis, Selemadeg, Kabupaten Tabanan, yang tanaman kakaonya banyak rusak.
"Kami membantu supaya pohon dan kualitas kakao petani menjadi bagus untuk kualitas ekspor, sebelumnya melalui upaya memulihkan kondisi tanah terlebih dahulu, tanpa menggunakan pupuk kimia," ucapnya.
Baca juga: BI Bali dorong Jembrana tingkatkan industri pengolahan produk pertanian
Di Gempinis, Agus juga sedang membentuk demplot penanaman padi seluas tiga hektare, yang sama sekali tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia.
"Karena kami relawan, usaha-usaha tersebut kami biayai secara mandiri. Usaha serupa juga kami lakukan di Malang, bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat dan Universitas Islam Malang," katanya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia berpandangan bahwa bentuk keberpihakan pada pertanian harus tercermin dalam alokasi anggaran di APBD.
"Kalau tidak tercermin di APBD, jangan harap kesejahteraan petani bisa meningkat. Terlebih kontribusi pertanian dalam PDRB juga terus menurun yang saat ini hanya 12 persen. Jangan sampai karena petani tidak sejahtera, menjadikan kemiskinan struktural," ucap Windia.