Denpasar (ANTARA) - Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Badung, Bali, menggembleng kader calon pengurus unit kerja agar lebih melek soal hak-hak pekerja perempuan.
"Meskipun dalam berbagai regulasi telah diatur hak-hak pekerja perempuan, namun seringkali hak tersebut diabaikan atau bahkan dinegosiasikan oleh pihak perusahaan," kata Wakil Ketua Bidang Organisasi FSP Par-SPSI Kabupaten Badung I Gusti Ayu Ketut Budiasih di Denpasar, Jumat.
Budiasih mengemukakan sejumlah hak pekerja perempuan yang kadang diabaikan seperti hak cuti menstruasi, cuti hamil dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan.
"Kemudian hak cuti keguguran bagi pekerja wanita, perlindungan untuk pekerja wanita pada masa kehamilan, biaya persalinan dan hak menyusui atau memompa asi. Bahkan perusahaan ada yang memberikan larangan hamil bagi pekerja wanita," ujarnya.
Oleh karena itu, ujar Budiasih, pekerja perempuan harus paham atau melek hak-haknya dan yang terpenting mau masuk dalam pengurus Serikat Pekerja.
Dia mencontohkan, terkadang ada pekerja perempuan karena tidak paham hak-haknya, ketika habis keguguran, besoknya malah sudah bekerja. Termasuk juga dalam pemenuhan hak menyusui atau memompa ASI, namun perusahaan tidak menyediakan ruangan untuk pojok ASI.
"Jika ada pengurus perempuan, maka otomatis pengurus ini akan dapat mengingatkan pada pengurus laki-lakinya terkait hak-hak yang sering terabaikan itu," ucapnya pada acara diklat hari kedua yang diikuti oleh para calon PUK FSP Par-SPSI unit Hilton Bali Resort, Melia Bali Indonesia dan Bintang Bali Resort itu.
Perjuangan berikutnya, lanjut Budiasih, hak-hak pekerja perempuan itu harus dimasukkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Hal ini karena seringkali perusahaan masih berusaha untuk membicarakan atau menegosiasikan.
Sementara itu, Ketua PC FSP Par - SPSI Kabupaten Badung Putu Satyawira Marhaendra dalam kesempatan itu menegaskan bahwa organisasi yang dipimpinnya itu bukanlah organisasi hanya milik kaum pekerja laki-laki.
"Kami senantiasa mengajak teman-teman pekerja perempuan untuk aktif dalam memajukan organisasi sehingga menjadi tim yang solid dalam menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi anggota dan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota beserta keluarganya," ucapnya.
Kepengurusan FSP Par-SPSI Kabupaten Badung pun tidak hanya sekadar ada di Surat Keputusan ataupun pajangan, tetapi betul-betul sebagai pengurus harus aktif di organisasi.
Tentunya, lanjut dia, harus terlibat dalam proses perjuangan organisasi, baik dalam perundingan untuk pembuatan atau memperpanjang perjanjian kerja bersama, maupun dalam hal yang sifatnya insidental yang berkaitan dengan pekerja.
"Saya dalam kuota 30 persen perempuan itu keras. Oleh karena bukan hanya organisasi untuk laki-laki, tentunya 'keran' kuota perempuan itu harus diisi. Kalau ada PUK (pengurus unit kerja) yang tidak mencantumkan pengurus perempuan dalam susunan kepengurusannya, maka tidak akan saya lantik," kata Satyawira.
Menurut dia, jika ingin Serikat Pekerja maju dan lebih dinamis, maka harus disinergikan antara pengurus dan pekerja laki-laki dengan perempuan.
Materi hari kedua, selain diisi Ayu Budiasih juga diisi oleh jajaran Pengurus lainya seperti Slamet Suranto (Sekretaris) membawakan materi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan Administrasi Organisasi dan I Ketut Mastra (Wakabid Advokasi) dengan materi Perundingan Bipartit). Kemudian I Gede Sugiarta dengan materi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan I Wayan Dana dengan materi Keuangan organisasi.
Diklat hari kedua ditutup dengan materi Pembidangan Tugas yang disampaikan oleh Putu Satyawira Marhaendra yang mengingatkan agar betul-betul bisa membangun dan membina komunikasi dua arah baik dengan anggota, sesama pengurus dan manajemen.
Kemudian mengola waktu dengan baik untuk keluarga, pekerjaan, banjar desa dan untuk SP Par agar semuanya dapat berjalan dengan baik serta melaksanakan tugas sesuai pembidangan tugas yaitu Advokasi, Organisasi, Kesejahteraan Pekerja, Pemberdayaan Perempuan, Kaderisasi Kompetensi, Sosial Agama Budaya Olahraga (SABO), administrasi dan Keuangan.
Pada Kamis (3/12), peserta diklat memperoleh pembekalan terkait UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang diberikan langsung oleh Ketua PC FSP Par-SPSI Kabupaten Badung Putu Satyawira Marhaendra Ketua PC FSP Par - SPSI Kab. Badung