"Kopi yang kami kelola bernama Kopi 88, ada kopi jenis Arabika dan Robusta. Kopi 88 diproses dengan sangat teliti agar tidak ada yang rusak. Kami bekerja sama juga dengan petani kopi di wilayah Pupuan, Tabanan," kata Gede Suarsa, di Denpasar, Sabtu.
Meski di saat pandemi, pihaknya tetap akan meningkatkan pemasaran tidak hanya sebagai produk lokal Bali tapi juga ke seluruh provinsi di Indonesia.
"Citra rasa Kopi 88 berbeda dari yang lain. Kami mengajak pecinta kopi agar tidak salah dalam memilih kopi. Kopi ini banyak dicari juga untuk menyembuhkan penyakit kanker dan sebagainya," ucapnya.
Selama hampir satu tahun mengolah kopi ini, Gede Suarsa mengaku telah mendapatkan bantuan sebanyak dua kali dari pemerintah sebagai pelaku UMKM. Ini sekaligus menjadi kesempatan dan memotivasi agar menjadikan kopi Bali semakin berkualitas dan berdaya saing internasional.
Pemasaran kopi Bali ini tidak hanya di wilayah Bali saja, tetapi juga menyasar wilayah Jakarta, Surabaya, Bogor, Malang, Lombok, Makassar. Selain itu, tujuan pengiriman dimanfaatkan untuk bakti sosial, dan kegiatan pemerintah lainnya tanpa menampilkan label dari kopi tersebut.
"Saat pandemi ini, rata-rata omset kami mencapai Rp10 juta dengan jumlah pengiriman dari 20 hingga 200 kilogram," katanya.
Adapun proses produksi Kopi Bali (robusta dan arabika) yaitu mulai dari pemilihan bibit, pemeliharaan pohon kopi dengan baik, memetik biji pilihan yaitu buah merah. Untuk menghasilkan kopi berkualitas tinggi proses pengolahannya pun butuh waktu lama, namun harga jual juga akan semakin tinggi.
Baca juga: Warga desa Landih Bangli-Bali kelola Kopi Arabika Langkan
Proses pengeringan dengan sinar matahari langsung, pemilihan biji kopi lalu disangrai dengan suhu antara 90-95 derajat celcius untuk mendapatkan aroma dan cita rasa tinggi.
Baca juga: Warga desa Landih Bangli-Bali kelola Kopi Arabika Langkan
Proses pengeringan dengan sinar matahari langsung, pemilihan biji kopi lalu disangrai dengan suhu antara 90-95 derajat celcius untuk mendapatkan aroma dan cita rasa tinggi.