Denpasar (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali Bidang Pendidikan Kadek Ariasa mengingatkan jangan sampai ada keterlibatan anak-anak dalam politik praktis pada masa Pilkada 2020.
"Jadi kami dari KPPAD Bali mengutuk keras para konstituen, khususnya orang tua yang berani mengajak anaknya dalam pertemuan atau kampanye Pilkada," kata Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali Bidang Pendidikan, Kadek Ariasa saat dihubungi di Denpasar, Jumat.
Ia menyatakan pentingnya peran Bawaslu sebagai pengawas KPU dan KPU sebagai pelaksana, untuk dapat menjadikan hal ini sebagai perhatian agar jangan sampai anak dilibatkan dalam acara pertemuan politik.
"Jangankan pertemuan, kegiatan online pun kami tidak ingin anak-anak terlibat dalam politik praktis terlalu dini. Salah satunya, mengajak anak-anak ke pertemuan hiburan online dan anak-anak diajak nonton bersama,karena memang belum waktunya," ucapnya.
Kadek Ariasa menegaskan kepada seluruh orang tua agar menjauhkan anak-anak dari unsur Pilkada, pertemuan politik dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan Pilkada 2020 jika ada ditemukan keterlibatan anak-anak, maka KPPAD Bali akan mengambil langkah serius. Jika ditemukan pelanggaran akan melakukan koordinasi dengan Bawaslu dan KPU, karena pihak yang akan melakukan tindakan regulasi pasti dua lembaga itu.
"Bawaslu sebagai otoritas pengawasan terkait pelaksanaan Pilkada, kami pasti akan berkoordinasi dengan Bawaslu agar mengambil sikap yang tegas kepada para konstituen. Itu termasuk kekerasan berlebihan dan bisa dikenakan UU Perlindungan Anak, apalagi dilakukan saat kondisi pandemi ini," ucapnya.
Kadek Ariasa mengatakan sebenarnya sudah sangat dilarang melibatkan anak dalam Pilkada karena bisa menimbulkan dampak psikologis maupun bisa memberikan kondisi kekerasan di lingkungan tersebut.
Ia menambahkan bahwa pengaduan kekerasan di bidang politik dalam pemilu atau pilkada saat ini belum pernah diterima. Hal ini dikarenakan kekerasan politik dinilai sebagai suatu kekerasan yang dampaknya secara langsung tidak terlihat.
"Untuk ancaman pidana saya kira jika kita sepakat bahwa UU Perlindungan Anak bukan hanya setelah anak mengalami kekerasan verbal tapi kekerasan psikologis dan melanggar regulasi yang bisa menimbulkan penyakit. Sehingga aparat penegak hukum harus memiliki inisiatif dan komitmen dalam memberikan perlindungan ke anak-anak sebelum mengalami kekerasan yang riil dan jadi korban," tegas Ariasa.