Denpasar (ANTARA) - Jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dari enam kabupaten/kota di Bali mengembalikan dana sisa hibah pelaksanaan Pilkada 2020 ke kas daerah dengan total sebesar Rp7,8 miliar.
"Dana sebanyak itu selain karena memang tidak terserap, juga karena kami selalu menekankan asas efektif efisien dalam mengelola dana hibah pilkada sebagaimana amanat undang-undang," kata Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi Bawaslu Bali I Ketut Rudia di Denpasar, Jumat.
Baca juga: Bawaslu Bali raih predikat "Informatif" dari Bawaslu RI
Meskipun dana hibah tersisa, ujar dia, bukan berarti jajaran Bawaslu tidak memaksimalkan peran-perannya dalam optimalisasi pengawasan di lapangan.
"Kita efektif dan efisien disertai dengan optimalisasi pengawasan dengan menggerakkan sumber daya yang ada," ujar mantan Ketua Bawaslu Bali periode 2013-2018 itu.
Rudia mengemukakan, tiap kabupaten/kota memiliki sisa dana hibah yang berbeda-beda, seperti Bawaslu Kabupaten Badung dana sisa hibah pilkada sebesar Rp1,46 miliar, Bawaslu Kabupaten Bangli sebesar Rp1,92 miliar, dan Bawaslu Kota Denpasar sebesar Rp1,5 miliar.
Kemudian Bawaslu Kabupaten Jembrana Rp769,37 juta, Bawaslu Kabupaten Karangasem Rp1,63 miliar, dan Bawaslu Kabupaten Tabanan dengan dana sisa hibah pilkada sebesar Rp523,17 juta lebih.
Rudia menambahkan, dalam praktik di lapangan, kerja-kerja pengawasan di samping menggunakan dana hibah, juga berupaya melakukan upaya-upaya inovasi pengawasan dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat karena masyarakat adalah objek sekaligus subjek dalam proses demokrasi.
Baca juga: Bawaslu Bali belum temukan pelanggaran Pilkada 2020
Pelibatan masyarakat dalam pengawasan adalah bagian dari edukasi politik kepada masyarakat pemilih sebagai pemegang hak suara.
"Beberapa kerja inovatif kami selama tahapan Pilkada 2020 diantaranya, saya selaku Kordiv Hukum menggagas program berbasis masyarakat yakni Desa Sadar Hukum Pemilu. Kegiatan ini murni inisiatif desa-desa di wilayah yang melaksanakan pilkada melalui inisiasi dari kami di Bawaslu," ujarnya.
Dengan gerakan Desa Sadar Hukum, lanjut Rudia, masyarakat akan semakin cerdas dalam berpolitik. Tidak mudah terprovokasi yang berujung pelanggaran.
Gerakan Desa Sadar hukum yang dilaksanakan di wilayah berpilkada tidak menggunakan anggaran hibah pilkada. "Ini adalah salah satu bentuk efisiensi anggaran yang kami lakukan. Sasarannya dapat, hemat anggaran dapat," ucap mantan jurnalis itu.
Baca juga: Bawaslu Denpasar: Tak boleh lagi ada riak-riak kampanye
Rudia mengatakan dana-dana yang dialokasikan untuk penanganan pelanggaran hampir semua tidak bisa dieksekusi, terutama pelanggaran pidana pemilihan. Hal ini dikarenakan minimnya dugaan pelanggaran baik berupa temuan maupun laporan yang ditangani oleh Bawaslu.
"Anggaran untuk penanganan dugaan pidana pemilihan sangat banyak kita alokasikan. Tetapi karena tidak banyak ada dugaan pidana pemilihan yang kita tangani, secara otomatis anggaran ini tidak bisa dieksekusi," ujarnya.
Secara administrasi per 31 Maret 2021 semua sisa dana hibah pilkada telah ditransfer ke masing-masing kabupaten/kota melalui rekening kas daerah. "Saat ini bagian administrasi keuangan Bawaslu Bali sedang berproses di KPPN Wilayah Bali untuk mendapatkan pengesahan prosesnya," kata Rudia.