Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jembrana, Bali, menyatakan pihaknya tidak menemukan pelanggaran saat pendaftaran bakal calon bupati dan wakil bupati di daerah setempat menjelang Pilkada 2024.
"Baik dari pasangan bakal calon maupun KPU, sudah sesuai peraturan perundang-undangan," kata anggota Bawaslu Jembrana Pande Ady Mulyawan yang mengawasi proses pendaftaran tersebut hingga dini hari di Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Jumat.
Dia mengatakan penekanan yang disampaikan pihaknya agar pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati tidak menyertakan aparatur sipil negara (ASN) cukup efektif, karena tidak ditemukan ASN yang ikut mengantar pendaftaran.
Dia mengatakan, jauh-jauh hari pihaknya bersurat ke sejumlah institusi seperti Pemkab Jembrana lewat sekda, kepolisian, TNI, partai politik, forum perbekel atau kepala desa, forum Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hingga ke KPU Jembrana.
Baca juga: KPU Jembrana terima pendaftaran dua pasangan bakal calon pilkada
"Selain surat ke institusi tersebut, dalam berbagai kesempatan juga kami sampaikan netralitas ASN dalam pemilu termasuk pilkada," katanya.
Untuk dokumen yang diserahkan dua pasangan bakal calon ke KPU, menurut dia, sudah memenuhi syarat pencalonan sesuai aturan perundang-undangan.
Terkait dengan pelanggaran selama tahapan pilkada yang sudah berjalan, dia mengatakan, pihaknya sudah menelusuri dan meminta keterangan dari dua pegawai kontrak Pemkab Jembrana yang viral di media sosial menggunakan kaos salah satu pasangan bakal calon.
"Setelah masalah itu viral di media sosial, kami berinisiatif mencari dua pegawai kontrak tersebut untuk dimintai keterangan. Kami juga minta keterangan kepada atasan pegawai kontrak tersebut," katanya.
Dari keterangan sejumlah pihak yang dikumpulkan, serta mengacu dari peraturan perundang-undangan, masalah pegawai kontrak yang mengenakan kaos salah satu pasangan bakal calon itu tidak bisa ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Baca juga: Polres Jembrana sterilkan kantor KPU jelang pendaftaran Pilkada 2024
"Karena pegawai kontrak tidak termasuk ASN, sehingga masalah ini tidak bisa ditindaklanjuti karena bukan pelanggaran. Yang dimaksud ASN dalam aturan adalah pegawai negeri atau pegawai dengan status P3K," katanya.
Menurut dia, kedua pegawai kontrak itu mengaku mengenakan kaos tersebut di rumah jabatan salah satu bakal calon, dengan tujuan mengecek ukuran kaos yang baru datang.
Disinggung keberadaan kaos atribut kampanye di rumah jabatan yang merupakan fasilitas negara, dia mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian lebih lanjut.
Namun, menurut dia, dengan belum dimulainya masa kampanye serta tidak ada kampanye di rumah jabatan tersebut, sulit untuk memprosesnya sebagai pelanggaran.
"Yang dilarang dilakukan berkaitan dengan fasilitas negara adalah kampanye. Sementara sekarang belum tahapan kampanye dan atribut itu tidak dipakai kampanye di rumah jabatan. Hal ini yang masih harus kami kaji," katanya.