Denpasar (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho memprediksi untuk tahun 2020, perekonomian di Pulau Dewata terkontraksi akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Hal ini tidak lepas dari perkiraan terkontraksinya wisatawan mancanegara pada tahun 2020, yakni -49 persen pada skenario moderat sampai dengan -82 persen pada skenario severe," kata Trisno dalam sambutan secara virtual pada Diseminasi Laporan Perekonomian Bali "Reshaping Bali Economic Strategy After COVID-19", di Denpasar, Selasa.
Menurut Trisno, ketergantungan perekonomian Bali pada sektor pariwisata merupakan salah satu sumber kerentanan perekonomian Bali. Secara historis, penurunan wisman tercatat berdampak langsung dan signifikan terhadap perekonomian Bali.
Dia mengemukakan, kinerja perekonomian Bali pada triwulan I-2020 mengalami kontraksi yang tercatat tumbuh sebesar -1,14 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-2019 sebesar 5,51 persen (yoy).
"Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sebesar 2,97 persen (yoy). Bahkan kontraksi yang dialami Bali menjadi yang terdalam dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: BI-perbankan Bali adakan safari protokol kesehatan jelang Normal Baru
Ekonomi Bali pada triwulan II-2020 diperkirakan terkontraksi semakin dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkiraan ini seiring kebijakan antisipasi penyebaran COVID-19 yang semakin ketat dibandingkan triwulan sebelumnya.
"Kebijakan yang awalnya saat itu hanya menutup sementara penerbangan dari dan ke China, kemudian berlanjut menjadi penutupan sementara Bandara I Gusti Ngurah Rai. Selain itu kebijakan protokol kesehatan juga diberlakukan secara tegas seperti penutupan seluruh tujuan tempat wisata dan pusat keramaian terkait pencegahan COVID-19," ucap Trisno.
Dari sisi fiskal, lanjut Trisno, konsumsi pemerintah masih terbatas. Sampai dengan Mei 2020, realisasi APBD Kabupaten/Kota tercatat sebesar Rp5,03 triliun atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp. 6,24 triliun).
Sementara itu, realisasi APBD Provinsi tercatat sebesar Rp2,19 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp1,6 triliun).
"Kinerja ekspor pun mengalami kontraksi. Ekspor komoditas pada April 2020 tercatat-53,26 persen (yoy) atau terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang sebesar -8,15 persen (yoy)," kata Trisno.
Baca juga: Pasar Sindu Sanur jadi pasar tradisional digital berbasis QRIS
Pertumbuhan kredit investasi juga melambat, dari 16,45 persen (yoy) pada triwulan I 2020 menjadi 10,25 persen (yoy) pada triwulan II-2020.
Dari sisi penawaran, hasil tracking menunjukkan penurunan kinerja lapangan usaha utama. Sektor akomodasi makan minum (akmamin) terkontraksi seiring dengan kontraksi kunjungan wisman dan wisdom.
Hal ini tercermin pada kontraksi jumlah kedatangan penumpang internasional periode 1 Januari 2020 s/d 2 Juli 2020 yang tercatat -62,67 persen (yoy). Demikian pula kontraksi kedatangan penumpang domestik periode 1 Januari 2020 hingga 2 Juli 2020 tercatat -55,67 persen (yoy)
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan III-2020 juga diperkirakan akan terkontraksi dan berada dalam kisaran -9,4 persen sampai dengan -9 persen (yoy). Sedikit membaik dibandingkan perkiraan triwulan II-2020 yang sebesar -9,5 persen sampai dengan -9 persen (yoy).
"Struktur perekonomian Bali selama 10 tahun terakhir didominasi oleh sektor tersier, dengan kontribusi yang semakin meningkat. Sementara itu, kontribusi sektor primer (pertanian, pertambangan) tercatat mengalami penurunan. Penurunan sektor primer tidak lepas dari semakin rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Bali," katanya.
Baca juga: BI: Pembatalan MICE dorong perlambatan ekonomi Bali
Selama 10 tahun terakhir, perekonomian Bali tercatat masih berada di bawah "output potential-nya. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ke depan masih dapat dioptimalkan.
"Pandemi COVID-19 telah mengubah 'landscape' perekonomian secara global. Momen ini merupakan momen yang tepat bagi kita, untuk menyusun kembali strategi perekonomian Bali untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Bali yang berkesinambungan," ujar Trisno.
Dalam seminar itu juga menghadirkan narasumber Prof Muhammad Firdaus (Guru Besar Institut Pertanian Bogor) dan Josua Pardede (ekonom Bank Permata).