Medan (Antara Bali) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan hak keperdataan untuk anak di luar nikah layak diapresiasi karena sesuai dengan asas keadilan dan hak asasi manusia (HAM).
"Itu putusan yang berkeadilan dan menghormati HAM," kata Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Ansari Yamamah, MA di Medan, Minggu.
Dalam persidangan di Jakarta, Jumat (17/2), MK memutuskan anak yang dilahirkan di luar perkawinan memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Putusan MK itu terkait pengujian Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 tentang Perkawinan yang dimohonkan Aisyah Mochtar (Machica Mochtar) dan anaknya, Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono.
Menurut Ansari, seorang anak tidak layak "dihukum" atas kesalahan yang pernah dilakukan orang tuanya dengan memutuskan haknya meski dilahirkan di luar pernikahan.
Karena itu, seorang anak yang dilahirkan harus tetap memiliki hak keperdataan dengan kedua orang tuanya meski tidak tercatat resmi dalam buku pernikahan atau catatan keluarga.
Ia menambahkan, setiap anak yang dilahirkan harus dapat memiliki hak dasar seperti kewarisan, kehidupan yang layak, dan pendidikan sebagai bentuk hak keperdataan dari orang tuanya.
Dengan demikian, setiap pria yang menghamili perempuan harus bersedia memberikan hak keperdataannya meski tidak diikat dengan tali perkawinan.(*/T007)
Hamili Perempuan Wajib Berikan Hak Keperdataan
Minggu, 19 Februari 2012 20:31 WIB