New York (ANTARA) - Dolar AS melonjak pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), membukukan kenaikan tajam terhadap safe-haven yen Jepang karena pasar saham pulih secara global, dan investor mendukung upaya pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengatasi dampak ekonomi dari wabah Virus Corona.
Dolar mencatat kenaikan persentase harian terbesar terhadap yen sejak April 2013.
Mata uang AS juga diuntungkan setelah Presiden Donald Trump mengumumkan darurat nasional AS atas Virus Corona yang menyebar dengan cepat pada Jumat (13/3/2020), membuka pintu bagi lebih banyak bantuan federal untuk memerangi penyakit tersebut.
Greenback memperpanjang kenaikan terhadap beberapa mata uang setelah ledakan dalam swap spread (perbedaan antara nilai tukar dan imbal hasil obligasi pemerintah yang sesuai dengan jangka waktu yang sama) pada Kamis (12/3/2020) mengisyaratkan bahwa investor menginginkan dolar.
Tetapi para pelaku pasar mengatakan tanda-tanda tekanan pendanaan dolar masih bertahan dan para pembuat kebijakan mungkin perlu berbuat lebih banyak.
"Kekhawatiran mendasar tentang dampak ekonomi dari Virus Corona di pasar kredit tetap luas," kata Shaun Osborne, Kepala Strategi Valas, di Scotiabank di Toronto seperti dikutip Reuters.
"Mungkin tergoda untuk mencari tanda-tanda rendahnya saham-saham global tetapi dengan masalah mendasar - Virus Corona - masih belum terkendali, kami pikir itu terlalu dini pada saat ini," tambahnya.
Dia mencatat bahwa biaya penghimpunan dana dolar AS di pasar cross currency swap euro telah melebar lagi pada Jumat (13/3/2020) setelah menyempit sehari sebelumnya di tengah pengumuman Federal Reserve (Fed) untuk menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke dalam sistem perbankan.
Spread yang lebih luas di pasar cross currency swap menunjukkan peningkatan tanda-tanda kekurangan dolar AS bagi perusahaan-perusahaan yang mencari dana.
Dalam perdagangan sore, dolar melonjak 3,2 persen terhadap yen menjadi 108,03 yen.
Wells Fargo mengatakan telah meningkatkan perkiraan untuk yen terhadap dolar karena risiko gejolak keuangan tetap, mengatakan bahwa greenback akan turun di bawah 100 yen.
“Pemotongan suku bunga dan tindakan kebijakan lainnya dari bank-bank sentral global tidak banyak membantu mengatasi kepanikan pasar. Itu mungkin karena fakta bahwa pembuat kebijakan fiskal pada umumnya lambat untuk bertindak," kata Wells Fargo dalam sebuah catatan penelitian.
Dolar juga menguat terhadap safe haven lainnya, franc Swiss, naik 0,6 persen menjadi 0,9496 franc.
Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar naik satu persen menjadi 98,467.
Euro mengalami kerugian meskipun ada upaya pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa untuk meyakinkan pasar. Aset-aset Eropa dijual pada Kamis (12/3/2020) setelah investor tidak terkesan oleh langkah-langkah stimulus bank-bank sentral. Euro terakhir melemah 0,7 persen pada 1,1108 dolar per euro.
ECB pada Kamis (12/3/2020) mengumumkan paket stimulus yang memberikan pinjaman kepada bank dengan suku bunga serendah minus 0,75 persen dan meningkatkan pembelian obligasi, tetapi tidak bergabung dengan mitranya di Amerika Serikat dan Inggris dengan memangkas suku bunga.
Pound Inggris juga jatuh 2,2 persen terhadap dolar menjadi 1,2290 dolar.
Rebound greenback minggu ini mencerminkan perannya sebagai mata uang paling likuid di dunia, yang dicari para investor di saat-saat tertekan.
The Fed akan bertemu minggu depan dan banyak analis sekarang memperkirakan bank sentral akan memotong target suku bunganya lagi, sangat mungkin menjadi nol, dan memberikan pasar panduan baru tentang bagaimana ia berencana memerangi kejatuhan ekonomi dari Virus Corona, Reuters melaporkan.
Dolar Amerika melonjak seiring reli saham
Sabtu, 14 Maret 2020 11:08 WIB