Bangli, Bali (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bangli bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengadakan "Kintamani Coffee Festival (KCF) 2019" di Anjungan Panorama Penelokan, Kintamani Bangli, Kamis, guna memperkenalkan dan meningkatkan geowisata dan geoproduk yang ada di kawasan Batur Unesco Global Geopark.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli Wayan Adnyana mengatakan tujuan dari penyelenggaraan Kintamani Coffee Festival adalah untuk memperkenalkan bahwa Batur Unesco Global Geopark bukan sekedar bentang alam danau atau gunung saja, tetapi Batur Unesco Global Geopark memiliki kawasan yang sangat luas, di mana di sana ada agro wisata, kebun kopi dan jeruk.
Acara ini dibuka oleh Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata, Prof. I Gede Pitana, yang ditandai dengan seruput kopi bersama.
Selain itu, tujuan dari Kintamani Coffee Festival adalah untuk menjawab salah satu rekomendasi dari Unesco saat melaksanakan revalidasi tahun 2016, bahwa geoproduk dalam Batur Unesco Global Geopark masih kurang.
Ia juga mengatakan, Kintamani Coffee Festival akan berlangsung selama dua hari, dari tanggal 28 - 29 November 2019.
Baca juga: Koster inginkan kopi Kintamani tembus pasar ekspor
Menurut dia, pada festival ini akan diisi dengan berbagai kegiatan, di antaranya workshop (lokakarya) tentang kopi, gotrip ke kawasan kebun kopi Catur, Ulian dan Petung, serta parade pembuatan trubu kopi.
Sedangkan kegiatan ini akan melibatkan ratusan peserta dari subak se-Kecamatan Kintamani dan sekolah pariwisata. “Kita berharap, kegiatan ini bisa masuk top 100 event pariwisata Kementerian pariwisata, sehingga bisa berlangsung setiap tahun, serta bisa menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Bangli, “ katanya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata, Gede Pitana pada kesempatan itu mengatakan, kopi merupakan tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun dan sudah menjadi bagian dari budaya orang bali dan menjadi pergaulan Internasional.
Gede Pitana juga mengatakan sejak beberapa puluh tahun terakhir, kopi kembali mendapatkan tempatnya, bukan saja sebagai kebutuhan, tetapi sudah menjadi gaya hidup orang modern.
Baca juga: Koster: "Balingkang Festival" tingkatkan ekonomi Kintamani
Menyadari fungsi dan posisi kopi seperti itu, jelas dia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, setiap mengikuti pameran di luar negeri, selalu menyiapkan satu sudut untuk menyajikan kopi (Coffee Corner) untuk memperkenalkan kopi Indonesia.
“Dalam setiap kesempatan mengikuti pameran di luar negeri, kita selalu menyiapkan coffee corner untuk memperkenalkan kopi Indonesia. Dan hasilnya, coffee corner selalu diserbu pengunjung, bahkan antreannya sampai mengular," jelasnya.
Ia juga juga menjelaskan, ketika berbicara kopi, maka Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar kedua di dunia. Dan ketika berbicara kopi Indonesia, maka tempat sekarang kita menyelenggarakan festival kopi, merupakan salah satu sentra kopi yang sangat terkenal dengan kualitas kopinya yang sangat luar biasa.
“Dalam catatan saya, kopi Kintamani pertama kali di ekspor ke Amerika tahun 1825. Dari berbagai literatur, kopi Kintamani memiliki tekstur, rasa dan aroma yang sangat khas dan tidak ditemukan di tempat lain. Jadi kopi Kintamani sangat luar biasa," terangnya.
Menurut dia, festival seperti ini merupakan salah satu wahana untuk mempromosikan produk dan destinasi dimana produk itu berada. Ia meyakini ketika festival dilaksanakan secara terus menerus akan mampu meningkatkan citra dan merek dari sebuah destinasi.
“Jadi saya berharap, Kintamani Koffee Festival bisa berlangsung setiap tahun, sebagai aktivasi dari Batur Unesco Global Geopark," katanya.
Baca juga: Mengani dan Kopi Bali Setaraf Hawai-Jamaica
Pada kesempatan itu, ia juga mengingatkan pada setiap penyelenggaraan festival, harus bisa menggerakan aktivitas ekonomi. Kreativitas dalam festival harus mampu menghasilkan nilai tambah bagi ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Dalam penyelenggaraan setiap festival saya berpesan jangan hanya berkutat dalam festival saja, tetapi harus selangkah ke depan agar penyelenggaraan festival bisa menggerakkan ekonomi. Kreativitas dalam festival harus terus berlanjut untuk menghasilkan nilai ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat," pungkasnya.