Jakarta (ANTARA) - Para diaspora Indonesia di seluruh dunia dapat diberdayakan menjadi ujung tombak promosi kebudayaan nusantara, kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, di Jakarta, Selasa.
Selama ini, menurut Farid, rasa nasionalisme dan kerinduan pada Tanah Air cenderung menjadi faktor utama pengikat para diaspora Indonesia di luar negeri, dan faktor-faktor tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai dorongan bagi mereka untuk berkontribusi bagi negara, khususnya para pekerja migran Indonesia.
“Sekarang coba dibalik, bukan kerinduan yang dipenuhi, tetapi justru kerinduan itu dijadikan sebagai energi untuk menularkan budaya ke luar, diaspora akan menjadi ujung tombak promosi yang luar biasa,” ujar Hilmar.
Dia berpendapat bahwa kondisi penyebaran produk-produk budaya Indonesia bisa dibilang "banyak produksi, namun sedikit distribusi".
Baca juga: Ajang "Timeless Indonesia Festival" Promosikan Budaya Nusantara
Kondisi tersebut salah satunya terjadi pada produk film budaya Indonesia, yang sebagian besar penyaluran atau promosinya masih berputar di festival dalam negeri, padahal semestinya bisa memanfaatkan diaspora yang tersebar di seluruh dunia untuk ikut mempromosikan.
“Persoalannya bukan kekurangan ide, produksi, atau kurang kreatif, tetapi pengorganisasian. Bagaimana caranya diaspora membawa kekayaan yang kita miliki ke dunia,” ucap Hilmar.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa jika ingin menjadikan kebudayaan bukan hanya sebagai wadah berekspresi, namun juga sumber perekonomian, strategi promosi kebudayaan juga harus dilakukan secara berbeda.
“Kalau dulu kita hanya bilang soal pelestarian di mana anak muda harus mengenal budaya, sekarang dibawa ke level berbeda,” ujar Hilmar.
Namun, Hilmar menyayangkan bahwa saat ini Indonesia belum mulai melakukan upaya yang mengarah kepada strategi promosi kebudayaan baru sementara ada potensi pasar diaspora Indonesia yang besar di dunia, dengan jumlah mencapai tujuh hingga delapan juta orang.