Tokyo (ANTARA) - Selly Septiani Dewi adalah diaspora Indonesia pertama yang menciptakan kosmetik atau skincare halal di Jepang.
Kepada ANTARA di Kota Tokyo, Jepang, Selasa, ia bercerita awal ingin membangun bisnis di bidang tersebut sejak masih tinggal di Indonesia pada 10 tahun silam. Saat itu ia masih menjalani profesi sebagai apoteker dan bekerja di bidang quality assurance di sebuah perusahaan, tetapi masih belum terpikir untuk berfokus pada produk halal.
“Saya sudah mulai merencanakan langkah memiliki skincare di Indonesia, tetapi qadarullah (takdir dan dengan Izin Allah) saya bertemu suami yang kuliah dan kerja di Jepang. Kami menikah dan saya dibawa ke Jepang. Kemudian saya punya anak, sehingga keinginan itu sempat tersimpan lama, sekitar lima sampai enam tahun, tapi saya masih memiliki keinginan besar untuk mewujudkan mimpi itu,” kata WNI yang kini bermukim di Kota Osaka itu.
Dalam rentang waktu tersebut, Selly sempat menjalani pekerjaan sampingan sebagai konselor bagi sejumlah perusahaan kosmetik di Indonesia yang akan membuat produk-produk skincare. Ia kemudian meriset berbagai produk yang sedang diminati oleh konsumen lokal maupun Indonesia sebagai pembanding, baik dari segi formulasi, kandungan, termasuk dari sisi kehalalan.
Mempertimbangkan bahwa penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim, kehalalan menjadi sangat penting. Biasanya, selain menanyakan apa saja formulasinya, dia juga menanyakan ada kandungan produk yang kritis atau tidak. Apalagi, dia sudah memiliki data itu, dan yang mengejutkan adalah banyak sekali produk kosmetik di Jepang yang kandungannya masih bisa dipertanyakan, karena bersumber dari bahan-bahan kritis yang kemungkinan besar berasal dari yang tidak halal.
Dari pengalaman tersebut, dia akhirnya tergerak untuk menciptakan sendiri produk skincare yang halal di Jepang karena jumlahnya bisa dihitung dengan jari, sebab jarang produk di negara itu yang mampu bertahan lama.
Ia menyadari bahwa kepedulian Muslim di Jepang masih minim terkait skincare dari segi kehalalan. Hal itu berbeda dengan makanan yang mereka sedikit lebih peduli karena berpikir untuk keperluan luar, namun topikal saja. Padahal, pada aturannya, bukan hanya yang dimakan, yang digunakan juga dalam Islam harus thoyyib (baik). Sementara, di Jepang adalah negara yang Muslimnya minoritas, sehingga masyarakat di negara itu tidak ada kepentingan dengan isu tersebut.
Produk-produk yang mereka jual dibuat berdasarkan keperluan mereka sendiri, bukan untuk bisa dipakai oleh Muslim, sehingga Selly memandang diperlukan solusi untuk mengatasi kebutuhan perempuan Muslim.
Bukan perkara mudah tentunya bagi ibu tiga anak itu untuk merintis bisnis halal di negeri minoritas Muslim. Dengan bantuan suami yang bekerja di bidang ekspor-impor, setelah setahun, akhirnya ia pun berjodoh dengan perusahaan kosmetik halal di Jepang yang biasa memasarkan produknya ke negara-negara mayoritas Muslim, seperti Malaysia.
Untuk memiliki bisnis yang legal di negeri Sakura, Selly harus mengantongi visa permanen yang prosesnya bisa dibilang cukup menguras mental.
Awalnya, ia ragu bisa memenuhi persyaratan visa permanen itu, namun akhirnya permohonan itu disetujui, walaupun prosesnya diakui cukup lama.
Tantangan tidak berhenti di situ, ia juga dihadapkan pada ketatnya proses pemilihan bahan baku untuk produk skincare. Selly mengaku, awalnya ingin memasukkan unsur bahan dari Indonesia dalam produknya, tetapi seringkali usulan tersebut ditolak oleh perusahaan karena berkaitan dengan standar quality control.
Setelah melalui perjalanan cukup panjang, rintisan usaha itu dapat memproduksi beberapa jenis skinecare.
Sejak peluncuran pada Februari 2024, Selly menyebutkan baru memproduksi kosmetik yang kini banyak dibutuhkan oleh konsumen Muslim.
Selain produk skincare, Selly juga menjual jamu serta menyediakan layanan perawatan, baik di tempat usahanya maupun di rumah pelanggan (home treatment).
Selly mengaku tidak menargetkan konsumen penduduk Jepang sebagai pasar utamanya, sebab produk yang mengandung kolagen sudah banyak dijual, melainkan untuk para perempuan Muslim yang berada di Jepang.
Dia menyerahkan semua itu pada kehendak atau selera konsumen. Dia bersyukur, karena dari tanggapan konsumen, produknya enak dipakai, kemudian terasa ringan di wajah dan bisa memberikan efek lembap. Produk tersebut memiliki zat aktif kolagen dan elastin di atas 50 persen. Karena itu, Selly sangat percaya diri bahwa produk kosmetiknya ini memiliki manfaat dan kualitas yang sangat bagus untuk kecantikan kulit. Ia mengklaim ini satu-satunya produk yang memiliki kandungan kolagen dan elastin yang halal di Negeri Sakura tersebut.
Saat ini, produk-produk tersebut sebagian besar dipromosikan lewat media sosial, beberapa ada yang ditawarkan ke salon-salon di Jepang.
Dengan menciptakan produk kosmetik halal, Selly berharap dapat menjadi media edukasi untuk menumbuhkan kesadaran menggunakan produk kecantikan yang halal, menjadi solusi bagi para konsumen yang mencari kosmetik halal serta menginisiasi para Muslim lainnya untuk memiliki usaha serupa, sehingga bisa bersinergi bersama.
Intinya, kaum perempuan bukan hanya mencari skincare yang bagus, yang viral, atau sekadar dari ukuran best-seller. Baginya, sebagai Muslim, perempuan memiliki kewajiban untuk memastikan skincare yang mereka gunakan itu halal karena sudah ada aturannya dalam agama.
Ke depannya, dia juga ingin memproduksi lebih banyak varian, seperti pelembap, tabir surya, bedak, foundation, dan lainnya serta dapat diekspor ke negara-negara mayoritas Muslim.
Kisah sukses Selly, diaspora Indonesia pertama pencipta kosmetik halal di Jepang
Rabu, 17 Juli 2024 9:19 WIB