Denpasar (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali mencatat kasus rabies di Pulau Dewata sudah mengalami penurunan, karena cakupan vaksinasi rabies hingga September 2019 telah mencapai kisaran 92 persen dari total estimasi jumlah populasi anjing di Pulau Dewata.
"Sejak bulan Juli setelah vaksinasi massal rabies, kasus rabies telah menurun. Vaksinasi massal rabies dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2019 dengan menyasar 716 desa se-Bali. Total cakupan vaksinasi hingga September mencapai 92 persen," kata Kadisnakeswan Provinsi Bali I Wayan Mardiana di Denpasar, Sabtu.
Dari total populasi anjing di Bali yang diestimasikan berjumlah 573 ribu ekor, yang telah tervaksinasi mencapai 510 ribu ekor. Demikian juga kasus rabies menunjukkan tren penurunan di hampir tiap kabupaten/kota di Bali.
"Untuk angka kasus rabies hingga September 2019 masih ada kasus yang sifatnya insidentil terhadap anjing-anjing yang belum tervaksin. Misalnya ada kasus anjing yang dibuang pemiliknya atau anjing liar yang berkeliaran di semak-semak hingga pegunungan, yang sulit dijangkau tim kami," ujar Mardiana.
Dari sembilan kabupaten/kota se-Bali, Kabupaten Tabanan sejak Januari 2019 tercatat nihil kasus positif rabies. Di Badung terdapat satu kasus, yakni di daerah Kuta Selatan. Sementara di Jembrana muncul satu kasus di Medewi, itupun terjadi akibat anjing liar yang dibuang oleh pemiliknya di tepi pantai.
Di Buleleng hanya terjadi satu-dua kasus, yakni di daerah Gerokgak. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang dan eliminasi.
Sementara itu, di Kabupaten Karangasem masih terjadi satu-dua kasus di daerah Kubu dan Abang. Yang lantas ditindaklanjuti dengan pembuatan "perarem" bagi masyarakat yang meliarkan anjingnya akan dieliminasi serta dikenakan denda.
Selanjutnya di Bangli juga tak jauh berbeda, hanya terjadi satu-dua kasus. Yakni di daerah Kintamani. Demikian pula di Kabupaten Klungkung masih terjadi satu-dua kasus. Sedangkan Gianyar hanya satu kasus, dan telah ditindaklanjuti dengan vaksinasi ulang pada anak anjing kelahiran baru. "Intinya semua hanya bersifat insidentil dan kasuistik," ucap Mardiana.
Baca juga: Gubernur Koster targetkan 2020 Bali bebas rabies
Tak hanya itu, pihaknya bersama tim juga telah bekerja ekstra dan memberi prioritas guna mengatasi rabies di kawasan yang masuk Zona Merah Rabies.
Selain itu, berbagai upaya pencegahan pun juga dilakukan melalui sosialisasi Perda Nomor 15 tahun 2009 tentang Pemberantasan Rabies di Bali. Dalam perda itu disebutkan bahwa setiap warga masyarakat yang memiliki anjing wajib memelihara dan merawat kesehatan anjing mereka.
Sanksinya bagi yang melanggar akan dijerat hukum pidana dengan ancaman kurungan penjara maksimal selama tiga bulan, dan menanggung biaya pengobatan serta upacara pengabenan apabila warga masyarakat tergigit anjing meninggal dunia.
Pencegahannya juga mencakup sosialisasi dan informasi terutama kepada pemilik anjing agar senantiasa menjaga kesehatan hewan peliharaannya sehingga dapat terhindar dari terjangkit rabies. Juga langkah-langkah pencegahan agar rabies tidak menyebar ke kawasan lain di luar zona merah tersebut
"Program ini juga kita sharing dengan kabupaten/kota, bahkan ke desa-desa sebagai ujung tombak," ucapnya.
Baca juga: Pemprov Bali Apresiasi Penanganan Rabies di Denpasar
Mulai September 2019 ini menurutnya, akan dilakukan vaksinasi kembali terhadap anjing-anjing yang belum tervaksinasi serta anjing yang baru lahir. "Ini dilakukan agar Desember (2019, red) mendatang target Bali Bebas Rabies 2020 seperti yang dicanangkan bisa lebih cepat tercapai. Tidak perlu tunggu 2020," katanya.
Sementara itu, Prof Ketut Pudja, akademisi yang juga sering disebut 'pakar rabies' menyebut bahwa dukungan dari Pemerintah Provinsi Bali membuat kasus rabies di Bali secepatnya mampu dituntaskan, hingga mengembalikan nama Bali sebagai Provinsi Bebas Rabies seperti beberapa tahun sebelumnya.
"Tahun ini, kami bersama Disnak dan tim berusaha 'menggempur' rabies agar bisa tuntas di Provinsi Bali. Jadi di tidak perlu tunggu tahun 2020," ujarnya.
Baca juga: Mengenali dan menghindari rabies
Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita berharap Bali segera bisa bebas rabies. Ia berharap dana pusat yang dikucurkan betul-betul maksimal digunakan untuk memberantas rabies di Pulau Dewata.