Denpasar (ANTARA) - Penasihat hukum terdakwa I Made Anom Antara yakni, MHD. A. Raja Nasution mempertanyakan penanganan perkara kliennya oleh Kejaksaan Tinggi Bali, setelah berkas perkara kliennya dinyatakan tidak lengkap dan tiga kali dikembalikan (P19) kepada Polda Bali, padahal sudah dinilai tidak ada perbuatan melawan hukum (penipuan) terkait kerja sama membangun sebuah apartemen di Kawasan Pecatu.
"Kejanggalan dalam perkara ini, karena jaksa telah tiga kali mengembalikan berkas (P19) ke Polda, dengan alasan tidak lengkap dan tidak memenuhi unsur pidana, tetapi Kejati justru langsung menunjuk jaksa lain tanpa menyertakan jaksa sebelumnya. Ini janggal," ujarnya di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, kasus ini seharusnya masuk ranah sidang perdata, namun anehnya kasus ini malah menjadi ranah pidana, padahal kliennya selaku pemilik tanah seluas 3,17 hektare di wilayah Pecatu, memang membuka kerja sama dengan investor lainnya untuk membangun apartemen yang tergabung dalam PT Panorama Bali.
Namun, kasus ini mencuat setelah masuknya pembeli saham bernama Njoo Dino Dinata (pelapor) yang merasa dirugikan setelah melakukan investasi atau membeli saham sebesar 3,1 juta dolar AS dari PT. Panorama Bali yang dipegang seluruh investor lain dan terdakwa.
Singkat cerita, pada Februari 2011, pelapor yang telah membuat kesepakatan kerja sama justru tidak melunasi sisa pembelian saham dan baru membayar saham 2 juta 34 ribu dolar AS. "Padahal pelapor selaku pembeli saham belum melunasi sisa sahamnya, namun kenapa meminta tanah milik kliennya dijual," katanya.
Apalagi, dalam nota kerja sama itu jelas kegiatan kerja sama untuk pembangunan apartemen. "Karena sudah ada beberapa konsumen dari luar negeri yang membayar uang muka pembelian apartemen, maka pembeli dari luar ini juga ikut menggugat," katanya.
Menurut Nasution, keinginan pelapor menjual tanah milik terdakwa karena dia merasa dirugikan lantaran PT Panorama yang dipegang kliennya juga memiliki sejumlah utang yang harus segera dilunasi. Atas hal tersebut, karena sudah terlanjur membeli saham, sehingga Dino melaporkan kasus ini ke ranah hukum.
"Setelah melaporkan itu lah, tanpa sepengetahuan Made Anom selaku pemilik tanah, justru tanah yang digunakan objek apartemen dijual pelapor Dino Dinata tanpa seizin dan sepengetahuan kliennya, dimana SHM tanah itu masih atas nama Made Anom," katanya.
Tidak ditanggapi
Dengan demikian, kliennya yang duduk di kursi pesakitan ini seharusnya menjadi korban dalam perkara ini. Terdakwa melalui penasehat hukumnya sempat melaporkan soal tanahnya itu ke Polda Bali, namun justru tidak ditanggapi oleh penyidik.
Sebelumnya, Jaksa I Dewa Gede Anom Rai di hadapan Hakim pimpinan IGN Putra Atmaja dalam dakwaannya, menyatakan tidak melengkapi isi fakta yang sebenarnya sebelum perkara ini tertuang dalam dakwaan.
"Ini Jaksa terkesan memaksakan diri. Ini sama saja dengan pelanggaran hukum acara dan HAM. Sehingga saya akan mengajukan esepsi pada sidang pekan depan," kata Raja Nasution.
Dalam dakwaan jaksa bahwa terdakwa diduga melakukan tindak penipuan terkait kerjasama dalam perusahaan yang melibatkan beberapa investor.
Akibat dari kerja sama ini, pihak Njoo Daniel Dino Dinatha beserta investor lainnya merasa dirugikan atas pembelian saham milik perusahaan terdakwa bernama PT Panorama Bali.
Diawal disebutkan bahwa, perusahaan terdakwa menjual sahamnya dengan melakukan kerjasama membangun sebuah apartemen di lahan milik pribadi atas nama terdakwa seluas 3,17 hektar di Pecatu.
Ia menambahkan, dalam kerjasama yang tertuang dalam MOU, disebutkan ada hutang-hutang perusahaan. Namun yang menjadi kejanggalan Raja Nasution adalah dari sudut mana penipuan yang dilakukan kliennya. Karena tanah milik kliennya dijual diam-diam dan dipalsukan tandatangannya.
"Kami susah laporakan ke Polda Bali tetapi kok justru tidak ditindaklanjuti. Tapi kenapa klien kami yang dilaporkan oleh Dino Dinatha dan direspon cepat penyidik di Polda saat itu," katanya.
Lengkapi berkas
Menanggapi hal itu, Kasipenkum (Humas) Kejati Bali Edwin Beslar mengatakan P19 dilakukan sebanyak tiga kali dalam perkara ini, karena untuk melengkapi berkas sebelumnya sehingga memenuhi syarat formil dan materil.
"Jadi, berapa kali pun kita mau melakukan P19, sah-sah saja guna melengkapi berkas formil dan materiil agar lenglap. Yang jelas kan kasus ini sudah P21 dan telah disidangkan," ujarnya, singkat.
Sementara itu, jaksa Made Tangkas yang sebelumnya ditunjuk menangani kasus ini hingga persidangan lebih memilih mengundurkan diri dalam perkara ini, sehingga dalam sidang pada Senin (29/4) lalu, digantikan jaksa Dewa Anom.
"Ya, memang dulu betul saya jaksanya, tapi saya sudah mengundurkan diri karena tidak sependapat dengan terbitnya P21, yang menurut saya tidak ada ditemukan kesalahan pada tersangka," kata jaksa.
Ia menuturkan, bukti tidak ditemukannya kesalahan pada I Made Anom Antara yakni adanya MoU yg telah disepakati oleh para pihak pelapor dan Made Anom, adanya "due diligence" yang dilakukan oleh "legal lawyer" si pelapor sebelum masuk membeli saham di perusahaan tersangka.
"Jadi semua sudah terang benderang dan tidak ada rangkaian kebohongan disitu," katanya.