Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendorong masyarakat dapat terlibat aktif mengkampanyekan pencegahan Tuberkulosis (TBC) untuk mengurangi mitos dan stigma yang beredar di masyarakat.
"Aktif mengkampanyekan TBC di ranahnya masing-masing dengan cara kreatif dan inovatif untuk mengurangi mitos dan stigma yang beredar di masyarakat secara langsung maupun melalui media sosial," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Senin.
Dia juga mengatakan penanggulangan TBC dapat didorong dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam mencari layanan kesehatan secara proaktif.
"Masyarakat juga dapat mendukung pasien TBC untuk mau mengakses layanan pemeriksaan dan pengobatan di puskesmas dengan gratis dan mendapatkan pendampingan komunitas selama masa pengobatan," kata dia.
Baca juga: Kemenkumham Bali tes TBC warga binaan Lapas Bangli
Dia juga menambahkan bahwa masyarakat dapat melakukan kegiatan penelusuran kontak untuk meningkatkan penemuan kasus dan memutus rantai penularan TBC di masyarakat
Menurut Siti Nadia masyarakat dapat membantu dengan memberikan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di berbagai tatanan seperti sekolah, lingkungan permukiman dan tempat kerja.
PHBS yang dimaksud seperti tidak merokok, melakukan aktivitas fisik, makan makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, cuci tangan dengan sabun dan pengelolaan stres.
Masyarakat diimbau untuk mengikuti imunisasi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) yang berfungsi untuk mencegah penyakit tuberkulosis supaya paru-paru anak tetap terjaga. Vaksin ini bisa diberikan saat usia anak dua hingga tiga bulan.
"Mencegah terjadinya penularan tuberkulosis antara anggota keluarga dengan memberikan imunisasi BCG pada bayi dan minum obat pencegahan," katanya.
Baca juga: PPTI Kota Denpasar: kasus TBC fluktuatif selama tiga tahun terakhir
Kemudian ia juga menyarankan masyarakat untuk dapat mengingatkan keluarga yang sakit TBC untuk minum obat tepat waktu sesuai dengan jadwal. Jika obat anti TBC (OAT) tidak dikonsumsi dengan benar, efek resistansi atau kebal terhadap obat bisa muncul.
Selanjutnya, saling membagikan informasi yang tepat terkait TBC untuk menghilangkan stigma dan mitos yang masih ada di masyarakat. Memastikan jika ada anggota keluarga memiliki gejala TBC untuk memeriksakan diri segera datang ke layanan atau puskesmas terdekat.
Dan mengedukasi keluarga untuk mengenal gejala dan pengobatan TBC, serta mendukung pasien TBC dalam memastikan kepatuhan dan keberhasilan pengobatannya, seperti menyiapkan makanan sehat yang bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan asupan pasien TBC.
Kemudian mendengarkan keluh kesah pasien juga menjadi salah satu hal terpenting dalam pencegahan TBC. Selama proses pengobatan berlangsung, akan ada saatnya pasien merasa lelah dan ingin berhenti berobat. Ditambah dengan masih adanya stigma yang membuat pasien merasa ditolak. Oleh karena itu, mendengarkan pasien dengan sabar akan mendorong pasien untuk lebih semangat menjalani pengobatan.