Denpasar (ANTARA) - Dua terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah senilai Rp11,7 miliar yakni terdakwa Ketut Neli Asih (54), selaku notaris dihukum 16 bulan penjara dan terdakwa Gunawan Priambodo (41), divonis 28 bulan penjara, di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis.
Ketua Majelis Hakim I.G.N Partha Bargawa yang menyidangkan kedua terdakwa secara bergantian ini, menyatakan terdakwa Neli bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja. "Terdakwa Neli melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 56 Ayat 2 KUHP sehingga divonis satu tahun empat bulan (16 bulan) kurungan penjara," ujar hakim.
Sedangkan hakim menyatakan terdakwa Gunawan melakukan penipuan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 378 KUHP.
Vonis hakim terhadap terdakwa Ketut Neli Asih itu lebih ringan dari tuntut jaksa penuntut umum dalam sidang sebelumnya yang menuntut hukuman 2,5 tahun penjara.
Demikian juga vonis hakim terhadap terdakwa Gunawan Priambodo juga lebih ringan dari tuntutan jaksa pada sidang sebelumnya yang menuntut hukuman 3,5 tahun penjara.
Atas putusan itu, terdakwa Ketut Nely melalui penasehat hukumnya Jhon Korassa Sonbai, mengajukan upaya banding. Sedangkan Jaksa menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, pada 4 September 2014 bertempat di kantor terdakwa Neli di Jalan Nakula, Nomor 8, Legian, Kuta, Badung, Sengaja memberi kesempatan Gunawan Priambodo melakukan perbuatan melawan hukum yakni memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain.
Pada 8 Agustus 2014, Neli didatangi Sugiartini staf pribadi Gunawan. Staf tersebut membawa surat kelengkapan tanah yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, seluas 5.445 meter persegi atas nama PT Nuansa Bali Utama.
Sertifikat HGB itu dibawa dengan maksud dibuatkan perjanjian jual beli antara Mahendro (korban) dengan Gunawan. Sertifikat itu dititipkan di kantor Neli.
Namun, bukannya membuat perjanjian perikatan jual beli (PPJB) melainkan hanya dibuatkan akta kuasa menjual antara Gunawan dengan Mahendro Anton Inggriyono (korban). Baik Gunawan maupun Mahendro sama-sama pebisnis yang bergerak di bidang agen properti di Bali.
Menurut saksi Sugiartini, keduanya menyetujui cara pembayaran tanah tersebut dengan cara menghapus piutang korban yang masih berada pada Gunawan, kemudian mengakumulasikan piutang tersebut bersama beberapa transaksi antara Gunawan dengan korban. Beberapa kali korban menyetorkan sejumlah uang pada Gunawan. Jika ditotal mencapai Rp11,7 miliar.
Singkat cerita, saksi Sugiartini juga mengetahui pada saat transaksi pembelian dari terdakwa Gunawan ke PT Nuansa Bali Utama di kantor Notaris saksi Putu Lina Rosaliwati setifikat tanah ada di kantor Natori tersebut, namun sekitar tahun 2012 atau tahun 2013 saksi Sugiartini diperintah terdakwa Gunawan untuk mengambil sertifikat tersebut yang kemudian dibawa ke kantor Notaris terdakwa Neli.
Kemudian, beberapa hari kemudian saksi kembali diperintah oleh terdakwa Gunawan mengambil sertifikat itu dari terdakwa Neli untuk kemudian diserahkan ke Notaris saksi Triska Darmayanti.
Selain itu, saksi Sugiartini juga mengetahui pada tanggal 4 Agustus 2014 antara terdakwa Gunawan dan saksi korban Anton melakukan penandatanganan Akte Kuasa Menjual di kantor terdakwa Neli.
Namun, masih menurut keterangan saksi Suguartini dalam tuntutan JPU, dengan modal sertifikat yang diambil dari kantor terdakwa Neli, terdakwa Gunawan kembali melakukan PPJB dalam rangka penjualan kembali tanah kepada saksi Saryanto di kantor Notaris saksi Triska Darmayanti.
Penggandaan uang
Pada waktu yang sama (25/4), Ditreskrimum Polda Bali memburu seorang pria bernama Gusti Ngurah yang ditugaskan oleh tersangka Abu Hari untuk merekrut para korban di Pulau Dewata yang ingin menggandakan uang.
"Kami akan mengembangkan kasus ini dengan mencari teman tersangka yang kini masih buron," kata Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan. Ia menuturkan, peran Gusti Ngurah yang diakui tersangka Abu Hari adalah untuk mencari mangsa di Bali dan telah memberikan uang Rp150 juta kepada Gusti Ngurah.
"Target kami memburu Gusti Ngurah karena setelah tersangka berhasil melakukan penipuan para korbannya, lantas diberikan imbalan Rp150 juta," ujar Andi.
Ia menjelaskan, Gusti Ngurah merupakan salah satu jaringan tersangka Abu Hari, karena menurut pengakuan tersangka telah melakukan praktek penipuan penggadaan uang sebanyak empat kali di Bali yang sering berpindah tempat.
Menurut pengakuan tersangka Abu Hari, dirinya dibantu Gusti Ngurah mencari korban yang tergiur melipatgandakan uangnua seperti yang pernah dilakukan di Terunyan Kabupaten Bangli, dimana berhasil menipu korban hingga Rp40 juta.
Tidak hanya itu, pelaku juga melakukan aksi modus serupa di Sangsit Kabupaten Buleleng yang berhasil mendapatkan uang Rp9 juta dari korbannya. Selain itu, pelaku juga mengaku telah berhasil menipu di Seririt Kabupaten Buleleng dan mengambil uang korban mencapai Rp30 juta.
Kemudian pelaku melakukan aksi di Gilimanuk Kabupaten Jembrana dengan menipu korbannya mencapai Rp21 juta.
"Kami kembangkan kasus ini dan mencari para korban yang telah ditipu pelaku, agar mau melapor," kata Andi.
Menurut pengakuan tersangka Abu Hari, uang para korban ini digunakan pelaku untuk membeli mobil Daihatsu Sigra, dibagikan kepada Gusti Ngurah (DPO), keperluan pribadi dan diberikan kepada supir pelaku yakni tersangka Agus Jauhari sebesar Rp15 juta.
"Pelaku Abu Hari juga terindikasi melakukan penipuan di Batam dan Riau dan Dimasing-masing daerah pelaku memiliki orang yang merekrut para korbannya," ujar Andi.
Pihaknya menambahkan, tersangka Abu Hari dan Agus Jauhari dijerat melanggar Pasal 378 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
Dua pelaku penggelapan tanah Rp11,7 miliar divonis 28 bulan penjara
Kamis, 25 April 2019 20:20 WIB