Nusa Dua (Antaranews Bali) - Permintaan minyak sawit mentah (CPO) diperkirakan akan tumbuh, sehingga harga komoditas andalan ekspor itu diproyeksikan naik sekitar 50 dolar AS per ton.
"Dalam sembilan bulan ke depan harga CPO dan minyak kedelai akan naik 50-100 dolar AS per ton," kata Analis Komoditas Minyak Nabati dari Oil World, James Fry pada konferensi international 14th Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) & 2019 Price Outlook, di Nusa Dua, Jumat.
Ia mengatakan kenaikan harga CPO international itu terkait oleh peningkatan minyak nabati untuk pangan maupun energi (biofuel), perlambatan pertumbuhan produksi, dan stok minyak nabati, termasuk CPO, yang cenderung menurun.
Thomas Milke memperkirakan stok minyak nabati turun antara 0,8 juta sampai 1,6 juta ton pada Januari - September 2019.
Hal senada dikemukan analis komoditas lainnya James Fry dari LMC International di Oxford, Inggris.
Menurut dia, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) -China akan menurunkan permintaan minyak kedelai dari AS oleh China, yang akan berdampak pada peningkatan permintaan CPO sebagai pengganti minyak kedelai.
Selain itu, mandatori penggunaan biodiesel 20 persen (B20) akan mendongkrak permintaan CPO domestik, yang akan menurunkan stok CPO Indonesia.
Walaupun, ia menyebut, tidak mengetahui secara pasti dan rinci stok CPO Indonedia, karena perbedaan data. "Namun mandatori B20 membantu menahan kejatuhan harga CPO," ujarnya.
Analis lainnya dari Godrej International Limited, Dorab E Mistry, mengatakan selain mandatori B20, faktor lain yang juga akan mempengaruhi harga CPO tahun depan adalah cuaca.
Faktor cuaca, El Nino yang diperkirakan terjadi tahun depan, akan memperlambat pertumbuhan produksi CPO Indonesia sebagai produsen terbesar.
Menurut James Fry, harga CPO international tahun depan diperkirakan bergerak pada angka 555 dolar AS sampai 620 dolar AS per ton. Sementara Dorab enggan menyebut angka. (ed)