Karangasem (Antaranews Bali) - Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana mengatakan, terbukanya pipa magma Gunung Agung di Kabupaten Karangasem saat ini lebih memudahkan terjadinya erupsi berlanjut pada gunung tertinggi di Bali ini.
"Berdasarkan pemantauan terakhir, Gunung Agung dalam kondisi sistem terbuka atau magma yang ada di dalam kawah dengan mudah dapat naik ke permukaan, karena pipa magma ke permukaan sudah terbuka lebar," ujar Devy di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Kamis.
Dengan terbukanya pipa magma ini, kata Devy, jika gunung setinggi 3.142 mdpl ini kembali mengalami erupsi, maka tidak perlu lagi ada dorongan kuat dari bawah untuk penghancuran penutup kawah, agar magma bisa keluar menuju ke permukaan.
Saat ini, magma yang ingin naik ke permukaan kawah bisa dengan mudah menembus yang juga disertai erupsi efusif maupun eksplosif disertai lapa pijar.
Oleh karenanya, untuk terjadinya erupsi tidak perlu lagi menunggu adanya gempa-gempa vulkanik seperti yang terjadi pada September 2017. "Jadi erupsi Gunung Agung akan diawali tanda -tanda yang singkat dan kemungkinan juga bisa tanpa ada tanda apa-apa. Jadi erupsi ini bisa terjadi kapan saja," katanya.
Hingga saat ini, dari pemantauan citra satelit dasar kawah Gunung Agung masih terdapat material panas dan aktivitas efusif masih terus berlangsung. Namun, intensitasnya sedikit lebih kecil dari fase erupsi strombolian yang terjadi pada 2 Juli 2018.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Agung sempat mengalami erupsi dengan kolom abu mencapai ketingian 1.000 meter mengarah ke arah barat, Pukul 00.47 Wita.
Erupsi Gunung Agung kembali terjadi pada Pukul 16.35 Wita, dengan ketinggian kolom abu berwarna putih kelabu dengan ketinggian 2.800 meter condong ke arag barat dan timur. "Jadi letusan Gunung Agung bisa berlangsung efusif disertai abu, maupun eksplosif yang disertai dengan lontaran lava pijar," katanya. (ed)