Denpasar (Antaranews Bali) - Ketua Bawaslu Abhan mengajak masyarakat untuk bersama-sama mencegah praktik politik uang menjelang tahapan pemungutan suara Pilkada Serentak pada 27 JUni 2018.
"Money politic (politik uang) adalah kejahatan luar biasa yang dapat menciderai proses demokrasi. Maka harus kita cegah bersama-sama," kata Abhan di sela-sela menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi dan Evaluasi Kesiapan Pelaksanaan Tahapan Pemilihan Serentak Tahun 2018, di Denpasar, Senin.
Apalagi, lanjut dia, undang-undang sudah dengan tegas mengatur mengenai politik uang tersebut dan sanksinya juga sudah jelas yakni pemberi dan penerimanya sama-sama bisa dihukum.
Oleh karena itu, Abhan mengharapkan adanya upaya sinergi dan juga partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengampanyekan untuk menolak "money politic" dalam proses suksesi kepemimpinan serentak 27 Juni mendatang itu.
Di sisi lain, pihaknya juga memantau potensi pelanggaran pilkada di media sosial, khususnya terkait dengan kampanye hitam, ujaran kebencian dan politisasi SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).
Bawaslu RI sebelumnya sudah menjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta sejumlah media sosial di Indonesia untuk mencegah kampanye hitam di media sosial.
Dengan adanya kerja sama itu, maka Bawaslu memiliki kewenangan untuk meminta media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram menonaktifkan akun yang mengandung kampanye tanpa harus melalui Kominfo.
"Jika menurut kajian kami melanggar, kami tindak lanjut ke platform media sosial itu," ucapnya sembari mengatakan sejauh ini lebih dari 90 akun media sosial yang sudah ditindaklanjuti ke platformnya masing-masing karena mengandung kampanye hitam itu.
Abhan tidak memungkiri harus jeli juga untuk menelusuri akun-akun media sosial yang mengandung unsur kampanye hitam berupa ujaran kebencian maupun politisasi SARA tersebut.
Di sisi lain, dia melihat sejauh ini potensi pelanggaran dan kerawanan pilkada di Provinsi Bali tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lainnya di Tanah Air. Sedangkan yang pelanggarannya tergolong tinggi itu di Provinsi Papua, Maluku dan Kalimantan Barat. (WDY)