Singaraja (Antaranews Bali) - Jajaran pimpinan, akademisi, staf dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar "ngayah" di Pura Agung Bungkulan, Kabupaten Buleleng, untuk menjalankan "swadharma agama", sekaligus melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
"Program seperti ini merupakan agenda rutin untuk memaknai perjalanan ISI Denpasar sebagai kampus berlandaskan seni budaya yang siap hadir di tengah-tengah masyarakat," kata Wakil Rektor IV ISI Denpasar Ketut Garwa SSn, MSn, mewakili Rektor ISI Denpasar di sela-sela hadir acara ngayah tersebut, di Singaraja, Buleleng, Senin.
Kegiatan "ngayah" itupun dilaksanakan serangkaian upacara atau ritual Karya Agung Nyatur Matitimamah Mawalik Sumpah, dan Rsi Gana di Pura Agung Bungkulan, yang puncak upacaranya jatuh pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan atau Sabtu (9/6) bertepatan dengan Hari Suci Kuningan.
Menurut Garwa, "ngayah" sangat efektif untuk pengembangan model pendidikan seni di ISI Denpasar. Lewat kegiatan itu pula, lembaga dapat menyosialisasikan program uggulan kampus ke masyarakat.
"Diseminasi bagi lembaga sangat perlu, tidak hanya bertumpu pada lembaga secara internal, tetapi secara eksternal bagaimana kami mengimplementasikan gagasan atau ilmu-ilmu kami agar bermanfaat," ucapnya. Selain itu, dengan mendekatkan ISI Denpasar dengan masyarakat, diyakini publik dapat lebih mengetahui program-program yang dimiliki kampus setempat.
Ngayah, tambah Garwa, juga merupakan sarana pendekatan spiritual. Hal itu juga selaras dengan visi-misi kampus menjadikan ISI Denpasar sebagai pusat unggulan atau "Centre of Excellence" seni budaya Bali berwawasan universal.
"Universitas seni di Bali, kalau tidak melakukan pendekatan spiritual, tidak dekat dengan Tuhan dengan masyarakat, taksu itu tidak akan muncul," ujar akademisi Fakultas Pertunjukan ISI Denpasar itu.
Sementara itu, Karo Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Kerjasama ISI Denpasar, I Gusti Bagus Priatmaka MM mengatakan, program pengabdian masyarakat (ngayah) tersebut selalu rutin diadakan tiap tahun. Di antara kegiatan ngayah, ISI Denpasar juga fokus pada pura-pura besar. "Beberapa waktu lalu kami juga ngayah di Pura Besakih dan Batur," kata Priatmika.
Serangkaian dengan upacara karya di Pura Agung Bungkulan, pihaknya mengerahkan 60 orang pragina (seniman), yang terdiri dari mahasiswa semester IV Fakultas Seni Pertunjukan, dosen, dan salah satu guru besar purnabakti ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia juga ambil bagian. "Saat ini kami pentaskan tari rejang, baris gede, dan topeng," ucapnya.
Prof Dibia sangat mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap program ngayah ini dapat berjalan konsisten demi pengembangan seni tradisi di Bali.
Berkenaan dengan karya di Pura Agung Bungkulan, dia menuturkan bahwa "pangempon" pura dengan keluarga besar ISI Denpasar punya keterkaitan sejarah. Bahkan hubungan sudah terjalin sejak lama.
"Jadi itu salah satu yang mengikat kami secara sosial satu sama lain. Karena Pak Panji dan Pak Sugriwa adalah pendiri ASTI (sebelum berubah nama menjadi ISI), beliau adalah leluhur atau keluarga di Pura Agung Bungkulan. Itu yang menjadi ikatan kami sejak lama," tutur Dibia.
Prof I Wayan Dibia mengaku tetap bersedia ikut ngayah bersama para rekannya di kampus, meskipun sudah purnabakti. "Kalau ke depan silaturahmi tetap dipertahankan. Pengalaman penting untuk tahu kehidupan di masyarakat, tidak hanya di kampus mengembangkan diri, tetapi mempraktikan kerja di masyarakat," kata Dibia.
Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, selaku pengempon pura menyampaikan rasa terima kasih kepada ISI Denpasar yang telah sedia berkontribusi untuk kepentingan umat Hindu. Ida Rsi berharap, ISI Denpasar meningkatkan kegiatan rekonstruksi kesenian di desa seluruh Bali.
Senada dengan Dibia, Ida Rsi juga mengakui bahwa keterkaitan keluarga di Pura Agung Bungkulan dengan ISI Denpasar sangat dekat. Untuk itu, pihaknya akan tetap menjaga hubungan tersebut dengan selalu bekerja sama di beberapa agenda-agenda lain.
"Mahasiswa dan dosen sangat tulus ngayah. Kami bangga dan senang. Semoga ke depan, ISI tetap dapat membangkitkan kebudayaan di Bali,” harapnya. (LHS)