Denpasar (ANTARA) - Civitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar siap "ngayah" di Pura Kahyangan Tiga seluruh desa pakraman (desa adat) di Bali, sebagai tindak lanjut implementasi program "ngayah" yang telah dilaksanakan secara konsisten di sejumlah pura besar di Pulau Dewata.
"Asalkan pengurus desa adat bersangkutan mengajukan permohonan fasilitas setahun sebelum puncak pujawali (ritual). ISI Denpasar akan memberikan fasilitas berupa topeng, wayang, tari-tarian, penabuh dan fasilitas penunjang upacara yang diperlukan secara gratis," kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama ISI Denpasar I Ketut Garwa, usai 'ngayah' di Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Selasa.
Sebelum 'ngayah' di Pura Ulun Danu Batur, civitas akademika ISI Denpasar juga ngayah di Pura Lempuyang dan Pura Penataran Agung Besakih serangkaian Panca Wali Krama.
"Memang agak menarik kali ini. Kami gandeng murid SMKN 3 Sukawati yang sudah seperti 'anak' kami sendiri. Tanggal 23 kemarin di Besakih, mereka menampilkan wayang, rejang dan baris. Kami topengnya," ujar Garwa.
Dengan menggandeng pelajar SMK, pihaknya juga ingin mendekatkan atau memberdayakan para calon mahasiswanya kelak. Melalui kolaborasi sejak awal ini, calon mahasiswa akan lebih cepat mengenal ISI Denpasar, terlepas dari program studi apa yang menjadi pilihannya kelak.
Pihaknya berharap melalui spirit "ngayah", maka nama ISI Denpasar sebagai lembaga pendidikan tinggi seni semakin dikenal oleh masyarakat Bali.
"Meskipun sudah dikenal luas, kami juga tetap melakukan sosialisi tentang lembaga ini. Kami juga punya agenda rutin merekonstruksi kesenian-kesenian yang hampir punah. Jadi semua masyarakat harus tahu," ucap dosen asal Kabupaten Bangli ini.