Denpasar (Antaranews Bali) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengharapkan Kaukus Perempuan Politik Indonesia dapat mengangkat dan memperjuangkan isu mengenai kekerasan pada anak-anak.
"Kekerasan terhadap anak dan perempuan menjadi tanggung jawab kita semua. Dengan adanya perempuan terjun dalam politik, kami harapkan akan mengangkat isu-isu perempuan dan anak yang masih mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk," kata Menteri Yohana dalam sambutannya menutup Rakornas KPPI 2018, di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, semakin hari kekerasan terhadap anak-anak Indonesia kian tinggi, terutamanya kekerasan seksual terhadap anak-anak. Salah satu penyebabnya seiring dengan perkembangan terknologi informasi, yang berimbas mengubah watak generasi muda.
Yohana menambahkan, bentuk kekerasan yang diterima anak-anak tak saja kekerasan fisik, juga ada kekerasan psikis maupun penelantaran yang jumlahnya kian meningkat.
"Angka perceraian juga meningkat, yang dampaknya lari pada anak-anak. Perempuan yang menderita karena hak-haknya dirampas, sehingga anak juga mengalami penderitaan," ujarnya.
Dia berpandangan kekerasan terhadap anak dan perempuan seperti fenomena "gunung es" yang dari luarnya nampak baik-baik saja.
"Oleh karena itu, isu ini agar diperjuangkan bersama dengan pemerintah. Kita tidak bisa berdiam diri, kita tidak bisa mengharapkan laki-laki untuk menjawab berbagai persoalan itu. Apalagi laki-laki masih menganggap bahwa perempuan belum mempunyai kualitas untuk menduduki jabatan politik di parlemen," kata Yohana.
Sementara itu, Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia Dwi Septiawati Djafar mengatakan dalam rakornas tersebut telah menghasilkan sejumlah rekomendasi, yang ditujukan kepada pemerintah, parpol, politisi perempuan, jajaran KPPI hingga lembaga nonpemerintah yang peduli perempuan politik.
"Kami berharap kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu agar Pemilu 2019 dapat dilaksanakan jujur, adil, transparan. Pastikan tidak terjadi kecurangan," ucapnya.
KPPI juga mendorong parpol untuk membangun "political will" dan keberpihakan pada gerakan afirmasi dengan menempatkan caleg perempuan pada nomor urut 1, minimal di 30 persen daerah pemilihan. Hal ini tentunya bagi kader-kader perempuan yang potensial.
"Menurut kami, relevan mendorong pimpinan parpol agar menempatkan kaum perempuan di nomor kecil karena dari hasil survei, 67 persen caleg yang terplih masih nomor satu. Oleh karena itu, kami tidak menginginkan caleg perempuan jika nanti hanya mendapatkan nomor tiga, empat dan seterusnya," ucap Dwi. (WDY)
Menteri Yohana: KPPI angkat isu kekerasan anak
Senin, 26 Februari 2018 7:32 WIB