"Para pengusaha ini tidak bisa berusaha karena daerahnya terdampak bencana jadi untuk sementara kolektibilitasnya bisa digolongkan lancar meski pun ada tunggakan pokok dan bunga," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Kantor Bupati Karangasem, Selasa.
Menurut Wimboh, kolektibilitas atau kualitas kredit para debitur dapat digolongkan kategori lancar apabila tidak ada tunggakan pembayaran pinjaman baik pokok dan atau bunga.
Selain itu kategori dalam perhatian khusus apabila ada tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90 hari, kurang lancar apabila menunggak 120 hari, diragukan apabila menunggak 180 hari dan penilaian terakhir menjadi kategori macet apabila menunggak lebih dari 180 hari.
Sehingga, lanjut dia, apabila debitur masuk kategori macet tanpa adanya penggolongan lancar itu, maka lembaga jasa keuangan memasukkan debitur tersebut dalam daftar hitam peminjam atau "black list" yang tentunya merugikan debitur yang saat ini tengah terdampak bencana alam.
Wimboh menambahkan jangka waktu penggolongan menjadi lancar itu biasanya dilakukan satu hingga dua tahun namun hal itu tergantung proses pemulihan dan tetap akan ditinjau kembali.
Dia menjelaskan pola tersebut sebelumnya telah dilakukan ketika menangani para debitur yang terdampak bencana alam tsunami di Aceh serta gempa bumi di Yogyakarta beberapa tahun lalu.
Sementara itu terkait kebijakan restrukturisasi kredit seperti pembebasan pembayaran bunga, pengurangan bunga, penundaan pembayaran pokok dan bunga serta kebijakan hapus buku sementara dari pembukan (bukan hapus tagih), lanjut dia, merupakan kewenangan dari masing-masing perbankan.
"Setiap bank memiliki pandangan sendiri karena kondisi masing-masing bank berbeda. Ada yang lagi bagus pasti agak loyal tetapi kondisi bank berbeda-beda," ucapnya.
Meski demikian, lanjut dia, kondisi perbankan juga perlu dipertimbangkan dengan mekanisme yang terukur karena likuiditas bank bisa bermasalah jika bunga kredit diberikan sangat murah sedangkan perbankan juga harus membayarkan bunga deposito atau tabungan kepada nasabah lainnya.
Untuk itu Wimboh meminta perbankan untuk duduk bersama membahas penanganan debitur terdampak erupsi Gunung Agung itu dengan penanganan yang tidak jauh berbeda.
OJK, ucap dia, akan melaksanakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu (27/12) di Jakarta yang salah satunya membahas penanganan debitur terdampak erupsi Gunung Agung.
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri dalam kesempatan itu mengatakan selama kurun waktu tiga bulan terakhir ekonomi di daerah itu "mati suri" karena tidak ada pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD) yang sebagian besar bersumber dari galian C dan pariwisata.
Mas Sumatri menyebutkan pendapatan masyarakat setempat juga menurun hampir 90 persen di sejumlah kegiatan usaha setelah terdampak erupsi Gunung Agung.
"Sampai hari ini ekonomi kami masih terpuruk dan mari suri. Banyak masyarakat kehilangan mata pencaharian dan daya beli menurun drastis," ucapnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK itu datang ke Kabupaten Karangasem untuk bertemu dengan Bupati I Gusti Ayu Mas Sumatri, Wakil Bupati I Wayan Arta Dipa sekaligus menerima masukan dari sejumlah pelaku usaha kecil, PHRI, Kadin Karangasem serta sejumlah asosiasi pelaku usaha lain di daerah setempat yang terdampak erupsi.
Sebagian besar para pelaku usaha tersebut mengusulkan agar adanya mekanisme keringanan yang memungkinkan dapat ditempuh perbankan seperti penundaan pembayaran kredit, penghapusan bunga atau penurunan bunga.
"Sehingga pengusaha kecil yang baru merangkak bisa melanjutkan lagi usahanya karena dari September hingga sekarang sudah tidak bisa melakukan kewajiban ke bank," kata perwakilan dari Kadin Karangasem Wayan Cakra Weda Kusuma.
Senada dengan Cakra, perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Kecil Karangasem Gusti Nyoman Gariada juga mengharapkan adanya keringanan yang keputusannya diharapkan sudah dapat direalisasikan akhir Desember ini.
"Kami harapkan kalau bisa bunga dihapus dalam jangka waktu setahun misalnya dan pembayaran pokok ditunda," ucapnya.(*)