Denpasar (Antara Bali) - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Denpasar, Bali, melakukan berbagai terobosan untuk peningkatan pelayanan kepada warga masyarakat dengan melaksanakan program Hibah Air Minum.
Direktur Utama (Dirut) PDAM Kota Denpasar, Ida Bagus Gede Arsana, di Denpasar, Senin, mengatakan untuk program tersebut ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang akan direalisasikan pada tahun 2018.
"Pada tahun 2018 kami sudah programkan untuk hibah air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk program ini, kita rencanakan akan menambah pelanggan baru sebanyak 1000 sambungan," ujarnya.
Terkait program tersebut, kata Arsana, pihaknya saat ini telah mulai melakukan persiapan. Rencananya, pada tanggal 6 Nopember akan mengundang kepala desa dan lurah se-Kota Denpasar untuk mengetahui jumlah warga yang berminat untuk mendapatkan program itu.
"Program hibah air minum tersebut akan kami tata mulai bulan ini. Untuk program itu biaya sambungan baru akan lebih murah, kalau reguler harganya bisa mencapai Rp1,4 juta tetapi program ini biayanya berkisaran Rp.400.000 per sambungan," ucapnya.
Sementara Direktur Teknis (Dirtek) PDAM Denpasar, I Putu Yasa menambahkan saat ini cakupan pelayanan PDAM baru mencapai 46,62 persen. Padahal untuk tahun 2019, pihaknya ditarget cakupan pelayanan mencapai 59 persen. Untuk mencapai target tersebut, PDAM memprogramkan "Hibah Air Minum" yang diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan pemasangan 1000 sambungan.
Namun demikian, kata dia, pihaknya memastikan tidak semua warga Denpasar bisa menikmati program ini. Adapun masyarakat yang bisa mendapatkan program tersebut adalah warga masyarakat yang memiliki daya listrik terpasang pada rumah tangga tersebut kurang dari sama dengan 1.300 VA dan minimal 50 persen di antara target sasaran tersebut memiliki daya listrik kurang dari sama dengan 900 VA dan atau tidak memiliki sambungan listrik.
Selain itu, syarat lainnya, kata Putu Yasa, masyarakat penerima hibah juga harus bersedia dan memenuhi persyaratan sebagai pelanggan PDAM dengan kesanggupan membayar rekening pemakaian dua bulan pada saat diverifikasi air sambungan mengalir.
"Masyarakat penerima manfaat juga wajib bersedia membayar biaya pemasangan sambungan sesuai dengan yang telah ditetapkan PDAM, yang besarnya lebih murah dari sambungan reguler. Kalau reguler harganya bisa mencapai Rp.1,4 juta, tetapi program ini biayanya berkisaran Rp400 ribu per sambungan," ucapnya.
Lebih lanjut, Putu Yasa menjelaskan, selain meningkatkan cakupan pelayanan, pihaknya juga memiliki target dalam penyediaan sumber-sumber air baku untuk pelayanan kepada pelanggan PDAM Denpasar.
Terkait program tersebut, kata dia, pihaknya akan membangun bendungan di Sungai Ayung yang akan mampu menyediakan sumber air baku sekitar 600 liter per detik.
"Untuk program bendungan kami sudah dikoordinasikan dengan Balai Besar Wilayah Sungai Bali-Penida kajiannya di mulai tahun 2017 sampai dengan bulan Pebruari tahun 2018. Rencananya pelaksanaan bendungan akan di mulai tahun 2018 dengan menghasilkan sumber air baku sebesar 600 liter per detik," ujarnya.
Selain pembangunan bendungan, PDAM juga berupaya melakukan revitalisasi terhadap pipa lapuk yang terpasang di sepanjang Jalan Antasura hingga Jalan Nangka.
"Sepanjang Jalan Antasura dan Jalan Nangka banyak terjadi kebocoran pipa yang mengakibatkan kehilangan air. Ini rencananya akan direvitalisasi di tahun 2018. Dana yang dibutuhkan dari IPA Belusung, Jalan Antasura sampai Jalan Veteran mencapai Rp60 miliar. Karena memerlukan dananya cukup besar, kalau dananya hanya menggunakan PDAM dan APBD tidak cukup, maka kami berusaha untuk mendapatkan dana APBN. Kami sudah ajukan tahun 2015 dan sudah ada sinyal positif untuk proyek ini berjalan di tahun 2018," ujarnya.
Putu Yasa lebih lanjut mengatakan jangka panjang pihaknya mengaku telah melirik program pemanfaatan air yang mengalir di Sungai (Tukad) Mati dan Mertagangga. Dari pemanfaatan ini akan menghasilkan sumber air baku sebesar 100 liter per detik. Program ini belum bisa dipastikan dan saat ini masih dilakukan kajian.
"Pemanfaatan air Sungai (Tukad) Mati dan Mertagangga masih dilakukan kajian, jadi belum bisa dipastikan," katanya. (WDY)