Denpasar (Antara Bali) - Ketua Forum Peduli Mangrove (FPM) Steve Sumulang menyatakan dalam kawasan taman hutan rakyat (tahura) di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali, telah terjadi pembabatan pohon mangrove atau bakau dan upaya reklamasi lahan.
"Sejak kami melaporkan ke Polda Bali bahwa bukti-bukti sudah sangat kuat, yaitu pembabatan pohon mangrove (bakau) dan penimbunan tanah yang diperintahkan oleh oknum Bendesa (Ketua) Adat Tanjung Benoa," kata Steve kepada media massa di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan bukti-bukti adanya pembabatan pohon bakau tersebut sudah diambil barang buktinya oleh pihak kepolisian, termasuk juga sejumlah peralatan untuk melakukan penimbunan di kawasan tahura tersebut.
"Bukti-bukti melakukan pelanggaran oleh oknum dari pihak desa adat setempat sudah jelas. Bahkan barang-barang yang digunakan melakukan penimbunan lahan (reklamasi) sudah diambil dan diamankan oleh kepolisian untuk dijadikan barang bukti," ujar Steve.
Didampingi bagian Humas FPM Lanang Sudira, serta tokoh masyarakat Ketut Sadia, Steve mengharapkan pihak kepolisian untuk secepatnya melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk oknum yang melanggar aturan tersebut.
"Pihak kepolisian kami harapkan secepatnya melakukan penyidikan kepada oknum-oknum yang dianggap berperan dalam kasus itu, sehingga terjadinya penyerobotan lahan dan pembabatan hutan mangrove," ucapnya.
Hal senada dikatakan Lanang Sudira, bahwa bagi pelanggar aturan yang menyerobot lahan negara harus diberikan sanksi tegas. "Ini negara hukum sehingga harus ditegakkan sesuai dengan pelanggar yang dlakukan oleh bersangkutan," katanya.
Ia mengakui sudah punya juga barang bukti berupa gambar (foto) yang dijadikan dasar pengaduan kepada pihak kepolisian (Polda Bali), sehingga dfoto tersebut akan memperkuat dalam penyelidikan selanjutnya.
Sedangkan tokoh masyarakat Tanjung Benoa Ketut Sadia membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oknum tersebut atas surat perintah oleh bendesa adat setempat.
"Saya menyaksikan ketika aparat kepolisian datang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), sehingga barang-barang yang dijadikan alat bukti sudah diambil petugas kepolisian," ucapnya.
Ia mengatakan sebagian besar warga masyarakat sebenarnya tidak menginginkan pembabatan tanaman mangrove dan perluasan lahan tersebut. Tetapi karena ada surat perintah bendesa adat, maka tindakan pelanggaran itu tidak bisa dihindari.
"Sebenarnya tidak semua warga masyarakat Tanjung Benoa sepakat melakukan penebangan pohon bakau yang digunakan akses jalan menuju penimbunan lahan itu," ucap mantan Sekretaris Bendesa Adat Tanjung Benoa ini.
Sementara itu, Bendesa Adat Tanjung Benoa Made Wijaya sebelumnya sudah melayangkan surat meminta maaf kepada Dinas Kehutanan Provinsi Bali atas kekeliruan yang dilakukan oleh warga masyarakat tersebut.
Bahkan sudah meminta maaf secara tertulis atas perbuatan yang dilakukan itu, sehingga kasus tersebut dengan harapan bisa diselesaikan secara damai.
Pengamat lingkungan hidup Dr. Made Mangku mengatakan kasus ini bisa saja diselesaikan secara damai, jika kedua belah pihak duduk bersama dan saling berhadapan dan mengakui kekeliruan dalam pembabatan pohon bakau serta penimbunan lahan di atas tanah negara.
"Menurut saya kasus ini bisa diselesaikan secara damai, jika kedua belah pihak untuk mencarikan jalan keluar, dan kesiapannya untuk mengembalikan kawasan tanah negara itu. Selanjutnya bersama-sama untuk menjaga keasrian dari tahura tersebut," katanya.
Ia mengatakan untuk kasus ini agar bisa diselesaikan secepatnya. Apalagi sudah ada pernyataan dari Bendesa Adat Tanjung Benoa menyadari kekeliruannya itu.
"Jika kedua belah pihak (pelapor dan yang dilaporkan) bisa duduk bersama, saya yakin ada jalan keluar penyelesaian kasus tersebut. Semua pihak harus berpikir ke depan dalam pembangunan. Karena masalah lingkungan semakin sulit juga ke depannya, sehingga perlu bersama-sama menjaga hutan bakau. Karena fungsi mangrove sangat penting untuk menahan abrasi gelombang laut. (WDY)
FPM: Pembabatan Mangrove Tanjung Benoa Telah Terjadi
Selasa, 25 April 2017 19:33 WIB